Busiri Suryowinoto
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Drs. Busiri Suryowinoto (24 November 1926 – 4 Agustus 1982) adalah seorang perwira militer dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini dari tahun 1977 hingga 1980, dan sebagai Gubernur Irian Jaya dari tahun 1981 hingga 1982. Riwayat HidupMasa kecil, pendidikan, dan karierBusiri lahir pada 24 November 1926 di Batu Marmar, Pamekasan, Madura.[1] Busiri mengenyam pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jayabaya. Ia lulus dengan gelar doktorandus pada tanggal 30 Juli 1977, dengan skripsi berjudul Perkembangan Politik Luar Negeri R.I., yang Bebas dan Aktif.[1] Busiri pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.[2] Duta Besar Indonesia untuk Papua NuginiPada 14 Desember 1977, Busiri dilantik sebagai Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini oleh Presiden Soeharto menggantikan Roedjito.[3] Pertengahan Juni lalu, dilaporkan ada sekitar 100 tentara ABRI yang melintasi perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini. Menanggapi hal tersebut, Busiri dihubungi oleh seorang pejabat Papua Nugini pada 17 Juni 1978. Busiri menghubungi tentara pada hari yang sama dan menyatakan bahwa tentara tidak mengetahui bahwa mereka sudah berada di wilayah Papua Nugini dan bahwa mereka berencana untuk kembali ke perbatasan pada 18 Juni 1978. Namun, pejabat pemerintah dari Papua Nugini menyatakan bahwa pasukan mundur setelah mereka terlihat oleh patroli pengintaian Pasukan Pertahanan Papua Nugini pada 21 Juni 1978. Insiden ini menyebabkan peningkatan penempatan oleh Angkatan Pertahanan Papua Nugini dan penurunan aktivitas Indonesia di perbatasan.[4] Menyusul kejadian itu, pada 10 Juli 1978 mahasiswa Universitas Papua Nugini melakukan protes terhadap Busiri. Sekitar 500 siswa, warga, dan anak-anak sekolah mengikuti aksi tersebut. Para pengunjuk rasa menyerahkan petisi kepada Busiri yang menuntut penarikan segera pasukan ABRI dari perbatasan Papua Nugini dan Indonesia, penghormatan terhadap kedaulatan Papua Nugini, dan penghormatan atas kesepakatan perbatasan antara Papua Nugini dan Indonesia.[5] Belakangan, Organisasi Guru Papua Nugini menyatakan dukungan mereka untuk demonstrasi tersebut.[6] Busiri digantikan oleh Abdul Azis Bustam sebagai Duta Besar Indonesia untuk Papua Nugini pada 11 April 1981.[7] Gubernur Irian JayaPemilihan dan pelantikanPemilihan tanggal 8 Desember 1980 menampilkan tiga kandidat bersaing untuk jabatan tersebut, termasuk Busiri. Busiri memenangkan pemilihan dengan 28 dari 38 suara.[8] Ia dilantik pada 20 Januari 1981 oleh Menteri Dalam Negeri Amirmachmud.[9] Setelah kematiannya saat menjabat pada bulan April 1982, Busiri digantikan oleh wakilnya, Izaac Hindom, sebagai penjabat gubernur.[10] Pemekaran Provinsi Irian JayaBusiri adalah gubernur pertama yang mengusulkan pemekaran Provinsi Irian Jaya.[11] Gagasan awal pemekaran tersebut berasal dari seminar "Pembangunan Pemerintah Daerah" yang diadakan di Jakarta pada tahun 1982 untuk memperingati ulang tahun ke-16 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dalam seminar tersebut, terdapat usulan pemekaran provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi, dan pembentukan kabupaten baru. Peserta seminar memperdebatkan apakah akan memulai pemekaran dengan membentuk tiga provinsi terlebih dahulu atau dengan membentuk kabupaten baru terlebih dahulu.[11] Terkait debat tersebut, Busiri kemudian memanggil peserta seminar yaitu John Djopari, Michael Menufandu, Obednego Rumkorem, Martinus Howay, dan beberapa anggota DPR dari daerah pemilihan Irian Jaya yaitu MC Da Lopez, Izaac Hindom, Izaac Saujay, Mochammad Wasaraka, dan Sudarko. Busiri mewajibkan mereka untuk memberikan usulan tertulis kepadanya tentang proposal untuk memekarkan provinsi.[11] Sebelum wafat pada awal Agustus 1982, Busiri mengemukakan tiga usulan berbeda, yang memadukan gagasan pembentukan provinsi dan kabupaten. Ketiga proposal Busiri tersebut dinilai oleh Korano Nicolash LMS, seorang wartawan Kompas, sebagai proposal komprehensif dan detail pertama untuk pemisahan tersebut.[12]
Pengembangan olahragaUsai dilantik, salah satu tujuan Busiri adalah mempersiapkan tim Irian Jaya menghadapi Pekan Olahraga Nasional 1981. Ia meresmikan tim bayangan Pekan Olahraga Nasional yang terdiri dari 192 atlet dan 37 ofisial, pada 27 April 1981. Pengukuhan tersebut menandai dimulainya proses latihan tim yang berlangsung selama lima bulan hingga hari H penyelenggaraan. Pekan Olahraga Nasional 1981. Dalam keterangannya saat pengukuhan tim bayangan, Busiri menyampaikan harapannya dapat meningkatkan peringkat Irian Jaya dari peringkat 8 menjadi peringkat 6.[13] Kontingen Irian Jaya yang terdiri dari 253 atlet dan ofisial dari 19 cabang olahraga dikirim ke Jakarta dalam empat gelombang mulai tanggal 29 Agustus 1981.[14] Untuk menunjukkan dukungan moral kepada para atlet, Busiri bersama seluruh Bupati Irian Jaya menghadiri acara tersebut.[15] Kontingen Irian Jaya menyelesaikan perlombaan di urutan ke-7, dengan 13 medali emas, 24 medali perak, dan 17 medali perunggu.[16] Usai Pekan Olahraga Nasional usai, Busiri terus memperkenalkan program-program baru untuk meningkatkan kesejahteraan atlet di Irian Jaya. Misalnya, Busiri memberikan tabungan senilai Rp 21 juta untuk atlet Irian Jaya.[17] Atas jerih payahnya, Seksi Jurnalis Olahraga Persatuan Wartawan Indonesia menganugerahi Busiri gelar "Penasihat Olahraga Terbaik".[18] WafatSejak tahun 1982, Busiri menderita penyakit batu empedu. Pada 3 Agustus 1982, Busiri, ditemani oleh istri, putranya, dan sekretaris pribadinya, berangkat ke Tokyo untuk menjalani operasi.[19] Busiri meninggal dalam perjalanan dari Bandar Udara Narita ke Rumah Sakit Jutendo[20] pada pukul 12:00 tanggal 4 Agustus 1982.[19] Jenazahnya tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma dari Jepang sehari setelah kematiannya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahwalan Nasional Utama Kalibata pada 6 Agustus 1982.[21] Kehidupan pribadiBusiri menikah dengan Enny Achyani. Pernikahan itu menghasilkan sembilan anak.[22] Referensi
|