Irman Gusman
Irman Gusman gelar Datuak Rajo Nan Labiah (lahir 11 Februari 1962) adalah seorang politikus dan pengusaha kayu asal Indonesia. Ia saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) periode 2024–2029.[1][2][3] Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Ketua DPD-RI (2009–2016) dan Wakil Ketua DPD-RI (2004–2009). Latar belakang dan pendidikanIrman Gusman lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 11 Februari 1962, sebagai anak kedua dari 14 bersaudara hasil perkawinan Drs. H. Gusman Gaus dengan Hj. Janimar Kamili. Kedua orangtuanya berasal dari rumpun keluarga Suku Sikumbang dan Suku Pisang, Nagari Guguk Tabek Sarojo, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.[4] Ayahnya pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, sedangkan ibunya adalah anak dari pedagang emas yang sukses pada masanya. [5] Ia mengenyam pendidikan di SD Negeri 58 Padang, SMP Negeri 3 Padang, dan SMA Don Bosco Padang, tetapi ia kemudian menamatkan sekolah lanjutan di SMA Negeri 2 Padang pada 1979.[6] Irman menempuh pendidikan SD selama lima tahun karena menurut hasil tes psikologi, ia memiliki nilai IQ yang tinggi. Irman kemudian melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta dan lulus pada tahun 1984. Semasa kuliah di UKI, ia aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).[7] Lulus dari UKI, Irman merantau ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Graduate School of Business, University of Bridgeport, Connecticut pada 1987. BisnisSekembalinya dari Amerika Serikat, dengan menyandang gelar MBA di usia 26 tahun, Irman membenahi perusahaan keluarga —CV Khage Bersaudara— sebuah industri perkayuan beskala menengah dalam Lingkungan Industri Kecil (LIK) di Ulu Gadut, sekitar 15 kilo meter ke arah timur dari pusat Kota Padang. Perusahaan tersebut ketika itu dalam keadaan mati suri. Bagunan pabrik dan gudang tidak terawat, dan perusahaan terbelit utang Rp800 juta lebih atau setara dengan US$ 500.000 (kurs tahun 1988 US$1 = Rp1.600). Sepuluh tahun kemudian, berkat kepiawaiannya dalam mengelola perusahaan, Irman berhasil membalikkan kondisi perusahaan tersebut menjadi profitble setelah memperoleh Hak Pengelolaan Hasil Hutan (HPHH) seluas 100 hektar yang ia kerjasamakan dengan pengusaha kayu di Solok Selatan untuk menjamin pasokan kayu ke pabriknya.[4] Sejak saat itu, nama Irman sudah termasuk dalam jajaran pengusaha muda yang sukses. Namun keberhasilannya di industri kayu olahan tersebut terhenti ketika pemerintah mengeluarkan larangan ekspor kayu gelondongan, kayu balok, dan kayu gergajian, sebab harus diproses sampai menjadi barang jadi seperti furnitur, kayu lapis, dan sebagainya. Setelah mendapat dukungan kredit investasi dari kantor pusat Bank Bumi Daya, Irman mengubah CV Khage Bersaudara menjadi PT Khage Lestari Timber yang menggunakan mesin modern dari Jerman sehingga menjadikan perusahaan tersebut sebagai pabrik integrated woodworking yang sukses.[8][9] PolitikIrman Gusman memulai karier politiknya sejak tahun 1999 dengan menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Fraksi Urusan Daerah Sumatera Barat. Ia mencurahkan perhatiannya untuk membangun Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan daerah-daerah. Irman Gusman dikenal sebagai pejuang daerah yang konsisten pada pemikiran dan cita-citanya yaitu membangun negeri dari daerah. Ia menjadi salah seorang penggagas sistem politik dua kamar (bikameral) pada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pada saat reformasi bergulir, Irman berperan sebagai salah satu penggagas amendemen UUD 1945. Berkat perjuangannya tersebut, terjadi perubahan yang mendasar dalam sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia. Di mana presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode, lahirnya Mahkamah Konstitusi serta Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pada pemilihan umum 2004, Irman yang dikenal sebagai penggagas lahirnya DPD-RI, terpilih sebagai anggota DPD-RI mewakili Sumatera Barat dengan perolehan suara tertinggi sebesar 348.195 suara.[10] Ia juga terpilih menjadi Wakil Ketua DPD-RI bersama Laode Ida mendampingi Ginandjar Kartasasmita sebagai Ketua DPD-RI periode pertama.[11] Pada pemilihan umum 2009, Irman Gusman kembali duduk untuk periode kedua DPD-RI dengan perolehan suara tertinggi sebesar 293.070 suara.[12] Ia terpilih menjadi Ketua. Ia menyisihkan kolega anggota DPD-RI asal Sulawesi Tenggara, Laode Ida. Dalam pemungutan suara yang diselenggarakan pada rapat paripurna DPD-RI di Gedung Nusantara V Jakarta, Jumat 2 Oktober 2009 dini hari, Irman Gusman berhasil meraih dukungan 81 suara, sedangkan Laode Ida mendapat 46 suara.[13] Kemudian pada pemilihan umum 2014, Irman Gusman kembali terpilih untuk periode ketiga DPD-RI dengan perolehan suara tertinggi sebesar 407.443.[14] Ia juga kembali terpilih sebagai Ketua. Suasana pemilihan Ketua DPD-RI yang dilaksanakan pada Kamis 2 Oktober 2014 sangat alot. Rapat paripurna pemungutan suara Ketua DPD dilaksanakan dalam empat kali tahapan, dimulai pada pukul 14.30 WIB dan selesai pada pukul 22.30 WIB. Irman Gusman akhirnya terpilih kembali sebagai Ketua DPD-RI dengan memperoleh 66 suara melawan kolega senator asal Nusa Tenggara Barat, Farouk Muhammad yang meraih 53 suara.[15] KontroversiKasus hukumPada 5 Oktober 2016, Irman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPD RI.[16] Hal itu menyusul penangkapannya dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 September 2016 atas dugaan korupsi terkait pengurusan kuota gula impor.[17] Irman menjadi anggota DPD pertama yang terjaring operasi tangkap tangan KPK.[18] Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 20 Februari 2017, majelis hakim memvonis Irman dengan hukuman 4,5 tahun penjara.[19] Majelis hakim dalam pertimbangannya berpendapat bahwa Irman telah mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI dan tidak berterus terang dalam persidangan.[20] Pada 24 September 2019, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan Irman. MA mengurangi hukuman Irman menjadi 3 tahun penjara.[21] MA menggugurkan dakwaan jaksa KPK, mengkoreksi putusan judex factie, dan mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Irman Gusman dengan cara memangkas masa hukuman menjadi 3 tahun, sekaligus juga menurunkan denda dari Rp200 juta yang telah Irman bayar lunas, menjadi Rp50 juta.[22] Kasus yang dialami Irman Gusman dianggap kontroversial oleh puluhan professor dan doktor serta praktisi hukum yang melakukan eksaminasi terhadap putusan perkaranya.[23] Eksaminasi yang mereka lakukan serta wawancara dengan mereka dibukukan dalam dua jilid buku berjudul Menyibak Kebenaran yang diluncurkan dan dibedah isinya di Universitas Andalas Padang pada 12 Desember 2018,[24] Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta pada 22 Januari 2019,[25] serta Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta pada 31 Januari 2019.[26] Buku Menyibak Kebenaran jilid kedua juga dijadikan obyek Diskusi Publik oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Jakarta pada 12 Februari 2019.[27] Dalam eksaminasi yang dilakukan para guru besar hukum tersebut, diketahui bahwa Irman Gusman seharusnya tidak dihukum, sebab —menurut para profesor hukum tersebut— majelis hakim telah keliru dalam menjatuhkan putusan. Akibatnya, setelah tiga tahun mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Irman Gusman dibebaskan, menyusul dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung terhadap upaya hukum luar biasa —Peninjauan Kembali— yang digulirkan Irman, yaitu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) Nomor: 97 PK/Pid.Sus/2019. Dalam putusan PK MARI tersebut jelas terbukti bahwa majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah keliru memilih pasal dakwaan. Seharusnya yang digunakan adalah Pasal 11 dari Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tetang Perubahan Terhadap Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi —yaitu pasal yang mengarah ke gratifikasi— dan bukan Pasal 12 b yang tentang suap.[23] Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Nawawi Pomolango, yang mengetuk palu dan menjatuhkan vonis 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara kepada Irman Gusman akhirnya mengakui bahwa Irman Gusman seharusnya tidak layak dihukum. Sebab kasus hukumnya bukan merupakan operasi tangkap tangan, melainkan sebuah penjebakan (entrapment). Pengakuan jujur itu ia kemukakan kepada DPR RI saat ia menghadiri uji kelayakan (fit and proper test) untuk menjadi komisioner KPK. Nawawi kemudian menjadi Ketua KPK.[28] Nawawi Pomolango katakan, seharusnya kasus Irman Gusman sudah berakhir di tahap praperadilan, karena kasusnya lebih nyata sebagai penjebakan, tetapi bukan kasus tertangkap tangan. Akan tetapi ia terpaksa harus menyidangkan perkara tersebut karena berkasnya sudah dilimpahkan oleh jaksa KPK dan —sesuai prosedur hukum— hakim tidak boleh menolak memeriksa suatu perkara yang berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan.[28] Akan tetapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu akhirnya terbukti keliru —seperti yang sudah disimpulkan oleh para guru besar hukum yang melakukan anotasi atau eksaminasi terhadap putusan perkara dimaksud. Sebab pada akhirnya, Mahkamah Agung mengeluarkan putusannya sendiri yang membatalkan putusan Pengadilan Negerri Jakarta Pusat tersebut.[28] Dalam putusan yang dikeluarkan pada 24 September 2019, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah menjatuhkan pidana badan 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan penjara kepada Irman Gusman. Mahkmah Agung lantas mengadili kembali perkara dimaksud, lalu menetapkan masa pidana 3 (tiga) tahun —bukan 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan untuk Irman Gusman— sehingga ia dikeluarkan dari penjara pada tanggal 26 September 2019, yaitu dua hari setelah Mahkamah Agung menerbitkan putusan Peninjauan Kembali tersebut; karena ketika putusan PK itu diterbitkan, Irman Gusman sudah berada dalam penjara selama tiga tahun lewat satu minggu.[22] Namun demikian, Irman Gusman masih harus menjalani hukuman politik, yaitu tidak diizinkan menduduki jabatan publik selama tiga tahun sejak dikeluarkan dari penjara sampai dengan tanggal 26 September 2022. Setelah tanggal 26 September 2022 Irman sudah terlepas dari segala tuntutan hukum dan berhak mengikuti Pemilu untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.[22] Pendaftaran pemilu 2024Langkah Irman Gusman untuk mengikuti Pemilu terhalang ketika namanya tidak dimasukkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Daftar Calon Tetap (DCT) untuk Pemilihan Anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Barat pada Pemilu 14 Februari 2024. Padahal sebelumnya nama Irman Gusman sudah tercatat dalam Daftar Calon Sementara (DCS) karena dinilai sudah memenuhi syarat. Irman mengadukan hal tersebut ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Pada tahap mediasi di Bawaslu, KPU tetap tidak mengizinkan Irman mengikuti Pemilu. KPU berpendirian bahwa Irman harus melewati masa jeda 5 (lima) tahun lagi sebelum ia bisa mengikuti Pemilu. Karena ada peraturan KPU yang menyatakan demikian, yaitu PKPU No. 11 Tahun 2023. Akibatnya, Irman mengajukan pengaduan ke Sidang Ajudikasi Bawaslu. Dalam Sidang Ajudikasi dimaksud, Bawaslu menolak pengaduan Irman Gusman dan memenangkan KPU. Oleh karena itu maka Irman mengadukan perkaranya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menggugat pemblokiran KPU terhadap proses pencalonannya.[29][30] Dalam keputusannya PTUN membatalkan Keputusan KPU yang tidak memasukkan nama Irman Gusman dalam DCT untuk Pemilu DPD 2024. PTUN juga memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Irman Gusman dalam DCT untuk Pemilu 2024. Tetapi KPU tidak mengindahkan putusan PTUN dimaksud, sehingga PTUN mengeluarkan Surat Perintah Eksekusi (SPE) untuk menjalankan putusan PTUN dalam tempo selambat-lambatnya tiga hari setelah SPE diterbitkan. Namun, KPU tetap tidak mengindahkan putusan PTUN serta SPE. Oleh karena itu, Irman Gusman mengadukan pembangkangan tersebut ke Bawaslu dan Bawaslu lantas mengirim surat kepada pimpinan KPU agar menaati putusan pengadilan. Tetapi, KPU masih tidak mengindahkannya. Akibatnya Irman Gusman mengadukan pembangkangan dimaksud kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) dan meminta agar Ketua KPU dipecat. DKPP lantas mengeluarkan peringatan keras terakhir kepada pimpinan KPU, tetapi itu pun tidak mengubah sikap KPU.[31][32][33][34] MK kabulkan gugagatan Irman GusmanSetelah KPU menolak menjalankan perintah PTUN untuk memasukkan nama Irman Gusman dalam DCT Pemilu 2024, Irman mengadukan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang putusan Mahkamah Konstitusi pada 10 Juni 2024 memerintahkan KPU untuk menyelenggarkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di seluruh Provinsi Sumatera Barat untuk memilih ulang calon-calon Anggota DPD RI. Hasil Pemilu DPD pada 14 Februari 2024 dibatalkan karena harus mengikuti hasil PSU 13 Juli 2024.[35][36][37][38] Untuk menyelenggarakan PSU di seluruh Daerah Pemilihan Sumatera Barat, KPU dikabarkan mengeluarkan anggaran sekitar Rp400 miliar. Oleh karena hal tersebut maka sejumlah media daring —termasuk podcast wartawan senior Harsubeno Arif dan podcast Akbar Faizal menjuluki Irman Gusman sebagai “Senator Rp400 Miliar”. Satu hal yang menarik perhatian publik adalah bahwa putusan yang memenangkan Irman Gusman dalam melawan KPU itu dikeluarkan tanpa adanya dissenting opinion dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi. Dan Irman Gusman merupakan orang pertama dalam sejarah politik Indonesia yang berhasil mengalahkan institusi negara sekuat KPU dalam persidangan di Mahkamah Kontitusi; yang menyebabkan dilakukannya untuk pertama kalinya Pemungutan Suara Ulang di satu daerah pemilihan secara keseluruhan.[39][40] Akhirnya, Irman Gusman kembali melenggang ke Senayan setelah menjadi salah satu dari empat senator yang dipilih dari 16 calon yang mengikuti PSU dimaksud. Tiga senator lainnya adalah Cerint Iralloza Tasya, Muslim M. Yatim, dan Jelita Donal. Pada 1 Oktober 2024, Irman Gusman telah diambil sumpahnya sebagai Anggota DPD RI bersama 251 Senator lainnya yang mewaliki 38 provinsi di seluruh Indonesia. Irman saat ini berada dalam Komite I DPD RI dan menjadi Anggota Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP). PenghargaanPada bulan Maret 2013, Irman Gusman diangkat sebagai keluarga kehormatan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam rangkaian HUT ke-61 Kopassus. Penghargaan ini termasuk langkah untuk kalangan sipil karena penghargaan militer diberikan dengan kriteria dan pertimbangan yang ketat, mengingat TNI harus tetap netral di bidang politik.[41] Kehidupan pribadiIrman Gusman menikah dengan seorang wanita asal Sungai Batang, Kabupaten Agam, bernama Liestyana Rizal Gusman, pada 14 Juni 1992. Dari pernikahan itu lahir tiga anak, yaitu putri sulung bernama Irviandari Alestya Gusman (Andari), putra satu-satunya bernama Irviandra Fathan Gusman (Andra) dan putri bungsu bernama Irvianjani Audreya Gusman (Anjani).[42][43] Andari Gusman saat ini tengah merampungkan studinya untuk memperoleh gelar Executive MBA dari University of Chicago, Amerika Serikat. Andari adalah juga seorang Manajer Program pada Google Asia-Pasifik yang berkantor pusat di Singapura. Lingkup pekerjaannya membawahi 14 negara termasuk Indonesia.[44][45] Andra Gusman adalah pemegang gelar MBA dari Columbia University, New York, dan ia adalah juga Chief Executive Officer (CEO) dari perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang finance dan teknologi. Andra Gusman adalah suami dari Katyana Wardhana yang juga telah meraih gelar Master dari Amerika Serikat. Sementara itu, Anjani Gusman adalah lulusan Northwestern University, Amerika Serikat, dan kini menjajaki usahanya sendiri di Jakarta. [46] Organisasi
Jabatan
Penghargaan
Sejarah elektoral
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Irman Gusman.
|