Jatimelati, Pondokmelati, Bekasi
Kebanyakan warga asli Kampung Sawah menyebut wilayah mereka sebagai Indonesia kecil karena asal mereka dari berbagai etnik berbeda sejak abad ke-19. Orang asli Kampung Sawah, kebanyakan berasal dari Banten, yang menurut ceritanya merupakan sisa-sisa prajurit Mataram yang menyerang Batavia pada abad ke-17. Ada pula yang datang dari Pedurenan dan Cakung Payangan. Kedua daerah itu kini masuk wilayah Bekasi. Sebagian lagi merupakan etnik Tionghoa yang telah lama bermukim di Kampung Sawah. Kedatangan warga Citereup, Gunung Putri, Bogor, ke Kampung Sawah, semakin meramaikan perbedaan di sana. Bahasa warga Kampung Sawah menganut satu ragam dialek Betawi. Bahasa yang digunakan merupakan perpaduan aneka bahasa di Batavia dan sekitarnya. Warga Kampung Sawah mengidentifikasi diri dengan konsisten menjaga adat istiadat. Di Kampung Sawah, penyertaan nama khas Betawi sudah turun-temurun. Nama-nama itu menjadi ciri khas marga bagi warga Kampung Sawah. Bagi warga yang memperoleh nama baptis dari Robertus Bakker, pendeta asal Belanda pada 1971 di Gereja Antonius Padua (saat ini Gereja Servatius) sekalipun, nama khas tetap tak boleh hilang. Sedikitnya ada 20 marga khas Kampung Sawah seperti Noron, Napiun, Rikin, Pepe, Dani, Gilin, Djaim, Saiman, Sairin. Selain itu, ada aturan pengikat sebagai konsekuensi berlakunya sistem marga ini, yaitu larangan menikah sesama marga.[5][6] Jumlah marga di Kampung Sawah saat ini tidak mengalami peningkatan. Angkanya justru mengalami penurunan. Penyebabnya antara lain tidak ada keturunan laki-laki di satu keluarga. Bagi masyarakat Kampung Sawah, hanya keturunan laki-laki saja bisa membawa marga. DemografiPenduduk desa Jati Melati pada tahun 2016 sebanyak 26.275 jiwa terdiri dari 12.638 laki-laki dan 13.638 perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 92,67.[3] Referensi
Pranala luar
|