Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Jejak digital

Simbol seperti ini sering digunakan untuk menggambarkan jejak digital.

Jejak digital mengacu pada data yang ditinggalkan oleh pengguna internet melalui aktivitas, tindakan, kontribusi, dan komunikasi digital yang dapat dilacak dan muncul di sistem jaringan informasi atau elektronika digital.[1] Setiap tindakan yang dilakukan di dunia maya, baik secara sadar maupun tidak, menghasilkan jejak yang tercatat dan dapat diakses oleh berbagai pihak. Aktivitas tersebut dapat berupa unggahan foto di media sosial, berbagi pesan surel, kunjungan situs web, meninggalkan komentar, mengisi data pribadi, transaksi melalui internet banking, dan berbagai interaksi lainnya di anjungan digital. Data-data ini biasanya tersimpan secara permanen di internet, meskipun mungkin sudah dihapus oleh pengguna.[1]

Konsep ini pertama kali muncul dan disebut sebagai “jejak siput” atau snug trail oleh Nicholas Negroponte pada tahun 1996.[2] Kemudian, Tim O’Reilly menyebutnya sebagai “data sisa” (data exhaust).[2] Istilah ini awalnya digunakan untuk menggambarkan informasi yang tertinggal setelah menjelajah internet. Saat ini, fenomena ini dikenal dengan sebutan jejak digital yang mencerminkan data yang diciptakan dan digunakan melalui berbagai perangkat digital.

Ilustrasi seorang perempuan dengan data-data.

Istilah jejak ini tidak hanya diterapkan pada tinggalan data individu, tetapi juga pada perusahaan dan organisasi.[2] Jejak digital adalah gabungan dari aktivitas dan perilaku saat entitas yang bersangkutan (baik individu maupun lainnya) beroperasi dalam lingkungan digital. Jejak digital dapat berupa catatan log masuk atau keluar, alamat situs web yang dikunjungi, file yang dibuka atau dikembangkan, catatan surel atau obrolan.[2] Jejak digital dapat diakses melalui teknik penggalian data ketika pihak-pihak yang berkepentingan ingin mengetahui lebih lanjut tentang suatu entitas atau individu.[2]

Jenis jejak digital

Jejak digital merupakan informasi yang tertinggal setelah seseorang melakukan aktivitas di lingkungan digital, seperti penggunaan televisi, telepon seluler, atau perangkat lainnya.[2] Ketika terhubung dengan internet, jejak ini sering disebut sebagai jejak internet, bayangan digital, atau bayangan sibernetik, yang mencakup data yang terkumpul melalui aktivitas seperti menjelajah web dan penggunaan cookies.[2] Secara umum, jejak digital terbagi menjadi dua jenis.

Jejak Digital Aktif

Jejak digital aktif melibatkan data yang sengaja diunggah oleh pengguna. Contohnya adalah pesan surel, unggahan konten di media sosial, atau pengisian formulir daring. Aktivitas ini terjadi dengan kesadaran pengguna untuk membagikan informasi di dunia maya.

Jejak Digital Pasif

Jejak digital pasif mengacu pada data yang terkumpul tanpa disadari oleh pengguna. Contohnya meliputi riwayat pencarian di mesin pencari, lokasi yang terdeteksi melalui GPS, atau data yang diperoleh melalui persetujuan akses kuki di situs web. Jejak pasif ini sering dimanfaatkan untuk keperluan iklan yang disesuaikan dengan pengguna atau analisis pasar.[1][2]

Manfaat jejak digital

Jejak digital memiliki dampak yang besar, baik positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa manfaat dan risiko yang sering dikaitkan dengan jejak digital.

Citra personal dan reputasi daring

Jejak digital memberikan peluang bagi individu maupun organisasi untuk membangun citra personal positif di dunia maya. Dengan strategi yang tepat, seseorang dapat menunjukkan keahlian, portofolio, atau pencapaiannya kepada khalayak luas.[3]

Personalisasi Layanan

Dalam ekosistem digital, pengumpulan data personal konsumen sudah menjadi hal yang tak terhindarkan. Saat melakukan transaksi daring, konsumen biasanya diminta untuk mengungkapkan informasi pribadi seperti alamat dan nomor kontak sebagai bagian dari proses pemesanan dan pengiriman produk.[4] Informasi ini sering kali digunakan untuk memberikan layanan yang dipersonalisasi, misalnya rekomendasi produk atau iklan yang sesuai dengan preferensi konsumen.[5]

Perusahaan sering memanfaatkan jejak digital untuk memberikan layanan yang lebih relevan dan personal, misalnya dalam rekomendasi produk atau konten yang disesuaikan dengan preferensi pengguna berdasarkan riwayat pencarian dan interaksi pengguna.[1]


Risiko jejak digital

Selain manfaat, jejak digital juga memiliki beberapa risiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi pengguna. Berikut beberapa risikonya.

Pelanggaran Privasi

Jejak digital pasif sering dikumpulkan tanpa sepengetahuan pengguna, seperti melalui kuki atau pelacakan lokasi. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran terkait privasi pengguna, terutama jika data tersebut jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Penyalahgunaan data

Jejak digital dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang merugikan, seperti pencurian identitas, penipuan daring, atau manipulasi informasi. Data yang dikumpulkan tanpa pengawasan juga bisa digunakan untuk memprofilkan pengguna secara diskriminatif.

Pembunuhan karakter

Konten yang diunggah ke dunia maya sering kali sulit dihapus, sehingga jejak digital negatif dapat merusak reputasi seseorang atau organisasi dalam jangka panjang.

Ancaman keamanan siber

Jejak digital dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber untuk menyerang individu atau organisasi melalui serangan pengelabuan, malware, atau eksploitasi data sensitif.

Pengaruh pada kesehatan mental

Jejak digital yang tidak terkontrol, seperti komentar negatif atau data yang disalahgunakan, dapat memengaruhi kesehatan mental pengguna, menciptakan stres, atau mengurangi rasa aman dalam berinteraksi di dunia maya.

Referensi

  1. ^ a b c d Rizkinaswara, Leski (13 Agustus 2021). "Waspada Rekam Jejak Digital Kita di Internet". Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika. 
  2. ^ a b c d e f g h Kligiene, Stanislava (2012). "Digital Footprints in the Context of Professional Ethics" (PDF). Informatics in Education. 11: 65–79. doi:10.15388/infedu.2012.04. 
  3. ^ Johnson, Katryna (31 Januari 2017). "The Importance of Personal Branding in Social Media: Educating Students to Create and Manage their Personal Brand". 
  4. ^ Zhu, Yu-Qian; Chang, Jung-Hua (2016). "The key role of relevance in personalized advertisement: Examining its impact on perceptions of privacy invasion, self-awareness, and continuous use intentions". Computers in Human Behavior}. 65: 442–447. doi:10.1016/j.chb.2016.08.048. 
  5. ^ Lee, Dong Joo; Ahn, Jae Hyeon; Bang, Youngsok (2011). "Managing consumer privacy concerns in personalization: A strategic analysis of privacy protection". MIS Quarterly: Management Information Systems (edisi ke-2). 35: 423–444. doi:10.2307/23044050. 
Kembali kehalaman sebelumnya