Matiné Gusti Allah
CeritaCerita dalam lakon Matiné Gusti Allah sebenarnya sederhana. Lakon ini bercerita tentang keadaan masyarakat yang serba kesusahan karena ekonomi sulit. Kidung dan parikan yang dibawakan dalam pementasan ini berisikan kekecewaan dan kegetiran hidup pada kala itu.[1] Pembahasan ulang
Pementasan sejenisSepanjang 1965, banyak kelompok ludruk dan ketoprak di Jawa Timur dan Jawa Tengah mementaskan lakon yang provokatif. Beberapa lakon pementasan lainnya oleh kelompok terafiliasi PKI yang dianggap menistakan agama Islam antara lain, Gusti Allah Ngunduh Mantu (Tuhan Mengambil Menantu) oleh kelompok ludruk Arum Dalu di Jombang, Kawiné Malaikat Jibril (Kawinnya Malaikat Jibril), Gusti Allah Dadi Mantèn (Tuhan Jadi Manten) oleh kelompok ketoprak dan wayang orang Ngesti Wargo di Bojonegoro, dan Malaikat Kimpoi (Malaikat Bersetubuh).[1] Selain agama Islam, agama Katolik juga sempat menjadi sasaran, salah satu pementasan yang memperolok agama Katolik adalah lakon Paus Rabi (Paus Menikah).[5] Meskipun demikian, salah satu sejarawan berpendapat bahwa judul lakon tidak berhubungan dengan cerita yang dibawakan, melainkan hanya sekadar penyita perhatian masyarakat.[4] Lihat juga
Catatan kaki
Informasi yang berkaitan dengan Matiné Gusti Allah |