Mediatisasi (kajian media)
Mediatisasi, dalam ilmu komunikasi dan kajian media, adalah teori yang melihat media sebagai pembentuk dan pembingkai proses dan wacana komunikasi politik serta masyarakat di mana komunikasi tersebut terjadi.[1] Dalam kerangka pikir tersebut, perkembangan di sektor media dimulai dengan subordinasi kekuatan yang dimiliki oleh institusi-institusi yang sebelumnya berpengaruh.[2][3] Sebagai akibat dari proses tersebut, institusi-institusi dan masyarakat menjadi dibentuk dan bergantung pada media massa.[4] Asal muasalMediatisasi adalah bagian dari pergeseran paradigma dalam kajian media dan komunikasi. Ia mengikuti jejak dari konsep mediasi dan kini telah menjadi konsep yang menjelaskan proses komunikasi dalam mengubah masyarakat dan membangun hubungan-hubungan dalam skala besar. Kedua konsep bersifat komplementer.[5] Akademisi Denmark Stig Hjarvard mengembangkan konsep mediatisasi dengan gagasannya bahwa mediatisasi adalah sebuah proses sosial di mana masyarakat dicekoki dan dijenuhkan oleh media hingga media menjadi tidak bisa lagi dipisahkan dari institusi-institusi lain dalam suatu masyarakat.[6] Perubahan sosio-budayaMediatisasi tidak hanya berfokus pada efek media tetapi juga hubungan antara media dengan perubahan sosio-budaya, bagaimana praktek komunikasi sehari-hari berubah, dan konstruksi komunikatif akan kenyataan.[7][8] Media tidak selalu mengakibatkan transformasi sosio-budaya tetapi dianggap terlibat dalam menyampaikan pesan-pesan perihal politik, ekonomi, pendidikan, agama, dan lain sebagainya.[7] Menurut Hjarvard dan Peterson, peran media dalam perubahan budaya dapat dilihat dalam empat fenomena yakni:[9]
Mediatisasi taktisMediatisasi taktis melihat respons masyarakat dan aktivis terhadap perubahan teknologi secara luas. Dalam penelitian yang dilakukan Kim Sawchuk dari Universitas Concordia terhadap konteks lansia dalam mediatisasi, lansia dituntut untuk melakukan mediatisasi oleh berbagai institusi yang melakukan transisi daring (lembaga pemerintahan, perbankan, dan lain sebagainya). Pendekatan taktis terhadap media ialah dari mereka yang tersubordinasi oleh sistem baru tersebut sehingga penyesuaian diperlukan agar kepentingan kelompok tersubordinasi tersebut dapat dipenuhi. Dalam kasus lansia tersebut, misalnya, penyampaian pesan terhadap para lansia yang digantikan menggunakan video menjelaskan mandat mereka menggantikan komunikasi tatap muka menafikan pandangan lansia yang disampingkan akan perkembangan teknologi dalam menjaga kesejahteraan mereka.[10] Dalam kasus lain, misalnya, terhadap artis graffiti dan pengguna papan luncur di mana media memadukan dan mengatur langkah-langkah sehari-hari mereka. Berkat proses tersebut, subkultur mereka bisa menjadi bagan dari budaya rus utama, mengubah sifat "pemberontakan" mereka, dan mengajak mereka untuk terlibat dalam budaya komersial global.[11] Referensi
|