Nurdin Halid
Andi Muhammad Nurdin Halid (lahir 17 November 1958) adalah seorang pengusaha, politikus dan administrator sepak bola Indonesia. Ia adalah Ketua Umum PSSI periode 2003—2011 dan pernah menjadi anggota DPR-RI dari Partai Golkar pada tahun 1999—2004. Kasus hukumPada tanggal 16 Juli 2004, dia ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal. Ia kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan. Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Ia kemudian dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum. Selain kasus ini, ia juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005. Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia. Pendidikan
Penghargaan
Sebagai Ketua PSSINurdin terpilih sebagai Ketua PSSI pada tahun 2003. Ia dikenal sebagai ketua PSSI yang kontroversial. Dia menjalankan organisasi dari balik terali besi penjara, mengumumkan ide menaturalisasikan pemain asing, menambah jumlah peserta Liga Indonesia tiap tahun sehingga tidak ada klub yang terdegradasi, menentang penghentian pengucuran dana APBD untuk klub, dan mengurangi sanksi Persebaya yang sebelumnya terlibat kerusuhan pertandingan secara besar-besaran (dari larangan main di kandang selama dua tahun menjadi hanya larangan sebanyak 3 kali pertandingan kandang). Politisasi PSSIPada deklarasi calon gubernur Sulawesi Selatan dari Partai Golkar, Nurdin Halid mengklaim 'sukses' tim nasional Indonesia pada Piala Suzuki AFF 2010 adalah karya Partai Golkar.[1][2][3] Hal ini bertentangan dengan Statuta FIFA yang melarang keras politisasi sepak bola.[4] Pernyataan tersebut dikecam oleh beberapa pihak, termasuk Sekretaris PSSI[5] dan Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung.[6] Referensi
Pranala luar
|