Pasukan Pengamanan Presiden
Pasukan Pengamanan Presiden (disingkat Paspampres) adalah pasukan yang bertugas melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat setiap saat kepada Presiden dan Wakil Presiden, mantan Presiden RI dan mantan Wakil Presiden RI beserta keluarganya, serta tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan[1] dan juga bertugas menyelenggarakan fungsi protokoler kenegaraan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.[2] Markas Komando Paspampres berada di Jalan Tanah Abang, No.2, Gambir, Jakarta Pusat. Paspampres adalah salah satu dari Badan Pelaksana Pusat Tentara Nasional Indonesia (TNI)[3] yang terdiri dari prajurit pilihan dari berbagai cabang kesatuan khusus dan elit di TNI seperti dari Kostrad, Kopassus, Raider, Marinir, Kopaska, Paskhas dan Polisi Militer, dan sebelum reformasi juga direkrut dari Polri (masa ABRI). Paspampres lahir secara spontan bersama dengan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, terlihat adanya para pemuda pejuang yang berperan mengamankan Presiden, para pemuda yang berasal dari kesatuan Tokomu Kosaku Tai berperan sebagai pengawal pribadi, dan para pemuda eks PETA (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.[4] Satuan
Cikal bakalPada saat era kemerdekaan, situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan, di beberapa daerah terjadi pertempuran sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda dengan bantuan tentara sekutu untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketika keselamatan Presiden mulai terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari 1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda semakin besar dan terpusat di Jakarta, serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang memperkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan Wakil Presiden RI, maka atas perintah yang dikeluarkan Abdoel Gaffar Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara, diputuskan untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional yang dikenal dengan istilah “Hijrah ke Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari beberapa kelompok pejuang, ada kelompok yang menyiapkan Kereta Api Luar Biasa (KLB), ada yang mengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, ada pula yang menyelenggarakan pengamanan di titik keberangkatan yang terletak di belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.[5] Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 1946 sore hari menjelang gelap dan keesokan harinya tanggal 4 Januari 1946 tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden RI menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan benteng Vredeburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di Jalan Reksobayan no 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan saat itu telah terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur tentara dan kepolisian. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres. SejarahResimen TjakrabirawaSejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan, antara lain: peristiwa perebutan kekuasaan tanggal 3 Juli 1946, peristiwa granat Cikini tanggal 30 November 1957, peristiwa MIG-15 “Maukar” tanggal 9 Maret 1960, peristiwa pelemparan granat di Jalan Cendrawasih tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan pada saat Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962.[6] Mempertimbangkan dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap keselamatan jiwanya tersebut dan atas usul Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada saat itu Jenderal A.H. Nasution, maka Presiden Soekarno berkeinginan untuk membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya, dan dibentuklah Resimen Tjakrabirawa. Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat ParaSetelah Resimen Tjakrabirawa dibubarkan pada tahun 1966 oleh Soeharto, Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN. 75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966 yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigadir Jenderal Soedirgo) untuk melaksanakan serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polisi Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer langsung mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor: Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) di mana ditunjuk Letnan Kolonel Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para. Satgas Pomad Para yang berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur dan Korps Musik dari Kodam V/Jayakarta, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri 519/Raider Para keduanya dari Kodam VIII/Brawijaya. Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer dengan unsur – unsurnya antara lain terdiri dari 2 Batalyon Pomad, 1 Batalyon Infanteri Para Raider, serta 1 Detasemen Kaveleri Panser.[7] Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkunangan TNI-AD Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor: KEP-681/VI/1967 yang berisi penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri/Panglima Angkatan Darat. Paswalpres (Pasukan Pengawal Presiden)Presiden RI Jenderal Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang dibawah kendali Markas Besar ABRI ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 yang berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES).[8] Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu “Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus pada upacara – upacara kenegaraan”. Untuk organisasi Paswalpres diatur secara rinci dalam surat perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 antara lain:
Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden)Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988 Paswalpres masuk dalam struktur PaspampresBais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan objek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden).[5] Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi di bawah Badan Intelijen ABRI, akan tetapi berkedudukan di bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar. Struktur PaspampresKini, berdasarkan Peraturan Panglima TNI (Perpang) Nomor 5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, Paspampres disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut:
Unsur Pelaksana
YonwalprotnegBatalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (disingkat Yonwalprotneg) adalah suatu unit Polisi Militer dibawah Paspampres yang bertugas untuk melaksanakan pengawalan bermotor (Voorijder) kepada VVIP, mengamankan dan mengawal istana kepresidenan, serta melaksanakan tugas keprotokoleran pada saat upacara tingkat kenegaraan. Tugas keprotokoleran tersebut diantaranya adalah menjadi pasukan kehormatan utama (Honour guard) pada saat upacara penyambutan tamu negara setingkat kepala negara dari luar negeri yang berkunjung ke Indonesia serta melaksanakan tugas-tugas keprotokoleran lainya yang dibutuhkan istana.[10] Batalyon ini terdiri dari:
Selain tugas utamanya yang disebut diatas, batalyon ini juga bertugas melaksanakan upacara pergantian Pasukan Jaga didepan istana serta ditugaskan menjadi bagian dari "Pasukan 45" Paskibraka Nasional yang bertugas untuk mengawal pengibaran dan penurunan sang merah putih pada saat upacara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia di Istana Merdeka setiap 17 Agustus. Yonwalprotneg Paspampres memiliki lebih dari 500 personel.[11] Densik PaspampresDetasemen Musik Paspampres (disingkat Densik Paspampres) adalah unit pemusik militer (Military band) Paspampres yang bertugas untuk memainkan lagu kebangsaan pada saat upacara penyambutan kenegaraan, serta bertugas memainkan aransemen musik lainya pada saat acara/upacara protokoler kenegaraan lainya di lingkungan istana kepresidenan.[12] Eskadron KavaleriEskadron Kavaleri Panser Paspampres Detasemen DeteksiKomandanSaat ini, Danpaspampres di pimpin oleh seorang Komandan yang berpangkat Mayor Jenderal. Saat ini jabatan Danjen diduduki oleh Mayjen TNI Achiruddin Referensi
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Presidential Security Force of Indonesia. |