Rina Harun
Datuk Seri Rina binti Mohd Harun (Jawi: رين بنت محمد هارون; lahir 18 April 1973) adalah seorang politikus asal Malaysia yang memiliki keturunan Indonesia dari sang ayah, Muhammad Harun, berasal dari Kerinci, Jambi.[2][3] Ia merupakan mantan Menteri Wanita, Keluarga, dan Pembangunan Komunitas dari 2020 sampai 2022, serta Menteri Pembangunan Desa di bawah pemerintahan Mahathir Mohamad pada 2018.[4][5][6] Rina menjabat sebagai Ketua Srikandi Partai Pribumi Bersatu Malaysia (BERSATU), sekaligus Ketua Wanita Perikatan Nasional (PN).[7] Kehidupan awalWanita kelahiran Tanjung Karang, Selangor ini, memiliki keturunan suku Kerinci dari sang kakek dari pihak ayahnya (Muhammad Harun) yang berasal dari desa Lempur, kecamatan Gunung Raya, kabupaten Kerinci, Jambi. Bahkan Rina juga sempat menimba ilmu di Sekolah Dasar (SD) di Lempur.[8][9] Rina tumbuh besar di Jalan Gurney, Kuala Lumpur dan mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Kebangsaan Datuk Keramat 1, Kuala Lumpur. Setelah itu, ia melanjutkan studinya di Sekolah Tun Fatimah, Johor Bahru. Ia diterima kuliah di Institut Tekonologi MARA (sekarang Universiti Teknologi MARA) jenjang diploma bidang ilmu perbankan. Ia lalu mengambil gelar S-1 di Universitas Northwood di Michigan, Amerika Serikat dan memperoleh gelar BBA bidang ilmu perbankan dan keuangan.[10] Karier politikRina mulai aktif di dunia politik sejak 2002 sebagai Ketua Puteri Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) Cabang Sepang. Ia pernah memegang beberapa jabatan dalam organisasi sayap perempuan UMNO tersebut. Terakhir, ia menjabat sebagai Exco Puteri UMNO Malaysia pada 2009 sebelum bergabung dengan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM).[10][11] KontroversiSelama penerapan Perintah Kendali Pergerakan Malaysia (MCO) pada 2020, kementerian yang ia pimpin merilis poster yang memuat beberapa kiat bagi para istri untuk mencegah pertengkaran di dalam rumah tangga. Di antara kiat tersebut yakni agar para istri tidak memakai "pakaian rumah" melainkan berpakaian "seperti biasa, kenakan makeup dan pakaian rapi" serta meniru suara "Doraemon dan diikuti dengan gelak manja".[12] Poster tersebut menuai kritik dari beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Masyarakat Aksi Semua Perempuan (AWAM). Masyarakat mengecam muatan konten karena melanggengkan stereotip yang seksis, bukannya fokus pada masalah kekerasan dalam rumah tangga dan keselamatan perempuan yang menjalani hubungan yang tak sehat selama di rumah.[13] Pihak kementerian akhirnya menghapus poster tersebut sehari setelahnya dan melayangkan permintaan maaf atas kontroversi yang muncul.[14] PenghargaanTanda kehormatan
Referensi
|