Tahun GajahTahun Gajah (bahasa Arab: عام الفيل, translit. ʿām al-fīl) adalah nama dalam Sejarah Islam untuk tahun yang kira-kira sama dengan 570–571 M. Menurut sumber Islam, pada tahun inilah Nabi Islam Muhammad dilahirkan.[1] Nama ini berasal dari sebuah peristiwa yang konon terjadi di Makkah di mana Abrahah, jenderal perang Aksum di Yaman bergerak menuju Makkah dengan pasukan besar dan sejumlah gajah perang, berniat untuk menghancurkan Ka'bah. Namun, gajah terbesar, dikenal sebagai 'Mahmud' (bahasa Arab: مَـحْـمُـوْد),[2] dikatakan berhenti secara mendadak di perbatasan sekitar Makkah dan menolak untuk masuk ke kota. Telah disebutkan dalam al-Qur'an bahwa pasukan dihancurkan oleh burung-burung kecil yang membawa kerikil yang menghancurkan seluruh pasukan dan Abrahah sendiri akhirnya binasa. Surah al-Fīl dalam al-Qur'an menggambarkan kejadian tersebut dengan jelas.[3] Tahun tersebut kemudian dikenal sebagai Tahun Gajah, yang memulai tren penghitungan tahun di Semenanjung Arab. Perhitungan ini digunakan sampai diganti dengan kalender Islam pada masa khalifah kedua, Umar bin Khattab. Penemuan arkeologi di Arab Selatan menunjukkan bahwa Tahun Gajah mungkin 569 atau 568, karena Kekaisaran Sasaniyah menggulingkan penguasa yang berafiliasi dengan Kerajaan Aksum di Yaman sekitar tahun 570.[4] Tahun Gajah juga dicatat sebagai tahun kelahiran 'Ammar bin Yasir.[5] PeristiwaMenurut sejarawan Islam awal seperti Ibnu Ishaq, untuk menghormati sekutunya, Abrahah membangun gereja besar di Sana'a yang dikenal sebagai al-Qullays, sebuah kata pinjaman dipinjam dari εκκλησία (terj. har. 'gereja'). Al-Qullays mendapatkan ketenaran yang meluas, bahkan mendapat perhatian dari Kekaisaran Bizantium.[1] Sementara orang-orang Arab pra-Islam pada masa itu memiliki pusat ibadah dan ziarah mereka sendiri di Makkah, yaitu Ka'bah.[1] Abrahah berusaha mengalihkan ziarah mereka ke al-Qullays dan menunjuk seorang pria bernama Ibnu Khuza'i ke Makkah dan Tihamah sebagai raja dengan pesan bahwa al-Qullays jauh lebih baik daripada rumah ibadah lainnya dan lebih murni, karena tidak dikotori oleh perumahan berhala.[1][6] Ibnu Ishaq menyatakan dalam Sirah-nya,[6]
Abrahah yang marah, melancarkan ekspedisi enam puluh ribu orang melawan Ka'bah di Makkah, dipimpin oleh seekor gajah putih bernama "Mahmud"[7] (dan mungkin dengan gajah lain, beberapa akun menyatakan ada beberapa gajah atau bahkan sebanyak delapan gajah) untuk menghancurkan Ka'bah. Beberapa suku Arab berusaha melawannya di jalan, tetapi dikalahkan.[1][4] Ibnu Katsir melaporkan bahwa saat sampai di daerah al-Mughammas, sebelah timur Makkah, Abrahah dan pasukannya merampok harta milik penduduk Makkah.[8] Ketika berita kemajuan pasukan Abrahah datang, suku-suku Arab Quraisy, Bani Kinanah, Bani Khuza'ah dan Bani Hudzail bersatu mempertahankan Ka'bah. Seorang pria dari Himyar dikirim oleh Abrahah untuk memberi tahu mereka bahwa Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka'bah dan jika mereka melawan, mereka akan dihancurkan. Pemimpin federasi Quraisy, Abdul Muthalib, menyuruh orang-orang Makkah untuk berlindung di perbukitan sementara dia bersama beberapa anggota terkemuka Quraisy tetap berada di dalam lingkungan Ka'bah.[9] Abrahah mengirim utusan mengundang Abdul Muthalib untuk bertemu dengan Abrahah dan mendiskusikan berbagai hal.[8] Abdul Muthalib berdiri dan menemui Abrahah. Abdul Muthalib menuntut Abrahah untuk mengembalikan dua ratus untanya yang sebelumnya telah dirampok oleh Abrahah di al-Mughammas. Abrahah dilaporkan mengatakan, "Kamu hanya membicarakan mengenai dua ratus unta milikmu yang telah diambil oleh pasukanku, mengapa kamu tidak membicarakan Ka'bah yang menjadi simbol agama dan nenek moyangmu? Padahal aku datang ke sini untuk menghancurkannya".[9] Abdul Muthalib hanya menjawab, "Sesungguhnya aku ini adalah pemilik unta, sementara Ka'bah itu memiliki pemiliknya sendiri [Tuhan], biarlah pemiliknya yang akan menjaganya". Maka Abrahah mengembalikan unta milik Abdul Muthalib.[10] Disebutkan bahwa Abdul Muthalib berdiri di pintu Ka'bah dan berdoa kepada Tuhan karena dia terlalu lemah untuk melindungi rumah Tuhan.[11] Sementara Abrahah memerintahkan pasukannya untuk berbaris dan bersiap untuk memasuki kota. As-Suhaili mengatakan bahwa tiba-tiba para gajah berlutut menghadap ke arah kota Makkah,[11] pada saat pasukan Abrahah kebingungan, muncul sekawanan burung kecil yang menghujani pasukan Etiopia dengan batu-batu kecil di kaki dan paruh mereka.[12] Hampir seluruh pasukan tewas di tempat tersebut, kecuali beberapa orang komandan pasukan yang kemudian menceritakan kisah kegagalan tersebut.[13] Disebutkan bahwa tubuh Abrahah sendiri sangat hancur, kemudian ia tewas pada saat jantungnya keluar dari dadanya. Dengan demikian, ekspedisi Abrahah digagalkan bahkan sebelum ia memasuki Makkah.[13] Tafsir al-Qur'anTahun Gajah tercantum dalam kitab suci Muslim al-Qur'an dan dengan referensi yang lebih pendek. Menurut Surah al-Fīl, sekawanan burung yang disebut Ababil (bahasa Arab: أَبـابـيـل) tiba-tiba muncul. Burung-burung ini membawa batu-batu kecil di paruh mereka, membombardir pasukan Etiopia, dan menghancurkan mereka seperti "daun yang dimakan ulat".[14] Menurut Mohammad Asad, kata-kata yang digunakan dalam ayat ini, yaitu "batu sijjil", menunjukkan "tulisan dan sesuatu yang telah ditetapkan [oleh Tuhan]".[15] Lebih jauh ia menjelaskan bahwa ketetapan Allah ini merupakan wabah yang sangat mendadak, yang menurut Ibnu Ishaq, menyebabkan demam dan cacar. Hal ini, sebagaimana yang Asad simpulkan, menunjukkan fakta bahwa "hukuman yang keras dengan batu yang telah ditentukan sebelumnya" adalah wabah mematikan yang sangat tiba-tiba karena fakta bahwa kata untuk demam "hasbah" pada dasarnya berarti "melemparkan [atau memukul] dengan batu", sebagaimana yan juga disebutkan dalam kamus arab terkenal al-Qamous (القاموس) oleh Fairuzabadi.[16][17] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa al-Abābīl (الأبابيل) adalah sekawanan burung yang terbang dan berkumpul.[18] Sementara Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksudnya adalah "memiliki paruh yang panjang dan cakar seperti telapak kaki Anjing".[19] Sementara Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud al-Abābīl adalah berbagai macam burung yang terbang.[18] SyiahMenurut koleksi Hadis Syiah Kitab al-Kafi volume satu, Imam pertama Syiah, Ali bin Abi Thalib lahir pada 20 tahun setelah tahun Gajah[20] dan meninggal dunia pada 40 H.[21] Sumber lainPeristiwa tahun Gajah telah disebutkan dalam surah ke-105 di dalam kitab suci Muslim, al-Qur'an. Surah al-Fīl (bahasa Arab: الـفِـيـل), dan tafsirnya telah membahas mengenai tahun ini. Beberapa sejarawan memperkirakan bahwa Tahun Gajah adalah satu atau dua dekade sebelum 570 M,[22] dengan tradisi yang dikaitkan dengan Ibnu Syihab az-Zuhri dalam karya Abdurrazzaq ash-Shan'ani menempatkannya sebelum kelahiran ayah Muhammad, Abdullah.[23] Referensi
Sumber
|