Taman Wisata Alam Gunung Batur Bukit Payang
Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang adalah kawasan konservasi dengan status sebagai taman wisata alam, yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Ditunjuk oleh Menteri Pertanian dengan fungsi sebagai taman wisata alam pada tahun 1982, TWA ini sekarang memiliki luas 2.075 Hektar. Nilai KonservasiKawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang mempunyai daya tarik utama bentang alam ekosistem pegunungan; yakni berupa formasi geologi batuan vulkanik bekas letusan Gunung Batur Purba (geosite), dan termasuk bagian dari Batur UNESCO Global Geopark. Gunung Batur sendiri mempunyai daya tarik gejala alam vulkanisme karena merupakan salah satu gunung api yang masih aktif di Pulau Bali. Sementara itu, bagi pecinta alam umumnya, Gunung Batur merupakan salah satu destinasi wisata kegiatan pendakian (hiking). Kawasan ini juga memiliki sumber air panas alami. Sejarah
LetakKawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang secara geografis terletak antara 8º13’30.92” s.d. 8º16’41.91” LS dan 115º20’30.31” s.d. 115º24’2.09” BT. Secara administratif kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang ini terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Propinsi Bali, dengan batas-batasnya di sebelah:
TopografiKawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang berada pada ketinggian lk. 1.044 - 1.717 m dpl. (puncak G. Batur) dengan kelerengan landai sampai dengan sangat curam. Tanah dan GeologiBerdasarkan Peta Jenis Tanah Provinsi Bali Tahun 2009, jenis tanah di kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang adalah Regosol Kelabu. Tanah regosol proses terbentuknya dari endapan abu vulkanis baru yang memiliki butir kasar. Ciri dari tanah regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah. Sifat tanah yang demikian membuat tanah tidak dapat menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Dengan kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur, regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau, dan buah-buahan yang juga tidak terlalu banyak membutuhkan air. Penyebarannya terutama pada daerah lereng gunung api. Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Pulau Bali, kawasan TWA Gunung Batur Bukit Payang termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah rendah, menengah dan tinggi. Pada Kaldera Batur formasi geologi terdiri dari formasi geologi Batuan Gunung api Batur yang mengandung aglomerat, lava, dan tufa. DASDalam sistem Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan TWA ini termasuk ke dalam SWP DAS Blingkang Anyar, dengan hulu di Gunung Batur. Berdasarkan pengelolaannya, termasuk ke dalam wilayah kerja Resort KSDA TWA Gunung Batur Bukit Payang, KPHK Kintamani, Seksi Konservasi Wilayah II, Balai KSDA Bali. Tipe IklimBerdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar, menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Kecamatan Kintamani termasuk ke dalam tiga klasifikasi, yaitu B (Basah), C (Agak Basah) dan D (Sedang) dengan rata-rata curah hujan sekitar 1489 mm/tahun serta memiliki kelembaban sekitar 75 - 90% dan temperatur bulanan kawasan sekitar 20 - 30 °C. FloraHutan di lokasi merupakan hutan dengan dominasi jenis-jenis yang ditanam (bukan asli) seperti halnya ampupu (Eucalyptus urophylla), pinus atau tusam (Pinus merkusii), sonokeling (Dalbergia latifolia); meskipun terdapat pula jenis asli seperti cemara gunung (Casuarina junghuhniana), seming (Pometia sp.), dan beberapa jenis lain. Terdapat pula jenis-jenis perdu, semak dan terna seperti Kacing landa, Kerasi (Lantana camara), pepaya hutan, Ketiblun, Kayu sinduk, Kayu padi, Kayu tulak (Schefflera sp.), Padang Bagas, Kasua, Kesimbukan, paku, gelagah, dan sebagainya.[1] FaunaBanyak jenis burung yang tercatat dari lokasi. Di antaranya adalah alap-alap (Falco moluccensis), ayam hutan merah (Gallus gallus), beluk ketupa (Ketupa ketupu), bentet kelabu (Lanius schach), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), bondol peking (Lonchura punctulata), burung gereja (Passer montanus), cabai jawa (Dicaeum trochileum), cabak kota (Caprimulgus affinis), caladi ulam (Dendrocopos macei), cekakak sungai (Todiramphus chloris), cerukcuk (Pycnonotus goiavier), cica-kopi melayu (Pomatorhinus montanus), cica-koreng jawa (Megalurus palustris), cipoh kacat (Aegithina tiphia), decu belang (Saxicola caprata), elang bido (Spilornis cheela), elang brontok (Nisaetus cirrhatus), gelatik batu (Parus major), gemak loreng (Turnix suscitator), gemak tegalan (Turnix sylvatica), isap madu (Lichmera limbata), jingjing batu (Hemipus hirundinaceus), kacamata biasa (Zosterops palpebrosus), kepodang (Oriolus chinensis), layang-layang api (Hirundo rustica), madu sriganti (Nectarinia jugularis), meninting besar (Enicurus leschenaulti), perenjak jawa (Prinia familiaris), punai gading (Treron vernans), sikatan bodoh (Ficedula westermanni), takur (Megalaima sp.), tekukur (Streptopelia chinensis), tepus pipi perak (Stachyris melanotorax), walet sapi (Collocalia esculenta), wiwik uncuing (Cuculus sepulcralis).[1] Catatan kaki
|