Urbino
Urbino (Italia: [urˈbiːno]; ⓘ) adalah sebuah kota bertembok di regione Marche di Italia, sebelah barat-selatan Pesaro. Kota ini tercatat sebagai suatu Situs Warisan Dunia UNESCO yang penting karena peninggalan sejarah yang mengagumkan dari budaya Renaisans, khususnya di bawah naungan Federico da Montefeltro, adipati Urbino dari tahun 1444 sampai 1482. Ubino terletak pada lereng bukit dengan kemiringan tinggi, dan menyimpan banyak aspek keindahannya dari abad pertengahan, suatu impresi yang sedikit ternodai oleh tempat-tempat parkir mobil yang luas di bawah kota. Di kota ini terdapat Universitas Urbino yang didirikan pada tahun 1506, dan merupakan tempat kedudukan Uskup Agung Urbino. Karya arsitektur yang paling dikenal di Urbino adalah Palazzo Ducale (Istana Keadipatian), dibangun kembali oleh Luciano Laurana. GeografiUrbino terletak di daerah yang didominasi perbukitan, pada kaki Pegunungan Apennini Utara dan Toscana-Romagna. Kota ini berada di area selatan Montefeltro, suatu daerah yang diklasifikasikan sebagai rawan bencana seismik tingkat menengah-tinggi. Dalam basis data gempa bumi yang dikembangkan oleh Institut Nasional Geofisika dan Vulkanologi, terdapat hampir 65 peristiwa seismik yang berdampak pada kota Urbino antara 26 Maret 1511 dan 26 Maret 1998. Salah satu yang tercatat yaitu tanggal 24 April 1741, ketika guncangan yang terjadi lebih besar dari 8 Skala Mercalli, dengan pusat gempa di Fabriano (yang mencapai 6,08 Skala Richter).[1] SejarahAsal mula dan Abad PertengahanKota Romawi Urbinum Mataurense ("kota kecil di Sungai Mataurus") yang sederhana menjadi suatu kubu pertahanan strategis yang penting dalam Perang Goth pada abad ke-6, direbut dari suku Ostrogoth pada tahun 538 oleh jenderal Bizantin yang bernama Belisarius, dan sering disebutkan oleh Procopius sang sejarawan. Meskipun Pippin Pendek (Raja Frankia) memberikan Urbino kepada Kepausan pada tahun 754–56, tradisi-tradisi independen masih terlestarikan dalam komune tersebut hingga, sekitar tahun 1200, kota ini berada di bawah kekuasaan Wangsa Montefeltro. Kendati para bangsawan itu tidak memiliki kewenangan langsung atas komune tersebut, mereka dapat menekannya agar memilih mereka untuk posisi podestà, suatu gelar yang berhasil didapat Bonconte di Montefeltro pada tahun 1213, sehingga mengakibatkan penduduk Urbino memberontak dan membentuk aliansi dengan komune independen Rimini (1228) serta mendapatkan kembali kendali atas kota ini pada tahun 1234. Namun, para bangsawan Montefeltro kembali menguasai kota ini dan mempertahankannya sampai tahun 1508. Dalam pergulatan antara Guelf dan Ghibellin, kedua faksi yang berturut-turut mendukung Kepausan dan Kekaisaran Romawi Suci, para adipati Urbino abad ke-13 dan ke-14 dari Wangsa Montefeltro adalah para pemimpin Ghibellin di Marche dan regione Romagna. Periode Federico da MontefeltroAnggota keluarga Montefeltro yang paling terkenal, Federico da Montefeltro, memerintah sebagai Adipati Urbino dari tahun 1444 sampai 1482. Sebagai seorang condottiere yang sangat sukses, seorang diplomat terampil, serta pelindung seni dan sastra yang penuh semangat, ia berhasil mengambil alih kendali pada tahun 1444 sebagai putra dari Guidantonio, setelah suatu konspirasi dan pembunuhan Oddantonio yang adalah penguasa sah. Oddantonio dikenal karena memiliki "nafsu yang tak terkendali" dan karena pajak berlebihan yang diberlakukannya selama 17 bulan ia menjabat. Federico memulai imperatif politik dan reorganisasi negeri, yang juga meliputi restrukturisasi kota ini berdasarkan suatu konsep yang dipandang modern: nyaman, efisien, dan indah. Berkat upaya-upayanya, selama hampir empat dekade pemerintahannya, pemerintah berfokus pada tujuan tersebut, dan berkat kualitas-kualitas sang adipati yang dipandang luar biasa, dikombinasikan dengan kekayaan yang cukup besar, ia sepenuhnya mewujudkan impian tersebut. Di istananya, Piero della Francesca menulis tentang ilmu perspektif, Francesco di Giorgio Martini menulis Trattato di architettura (Risalah tentang Arsitektur) karyanya, dan ayah Rafael, Giovanni Santi, menulis laporan puitisnya mengenai seniman-seniman utama pada zamannya. Kalangan istana Federico yang brilian, menurut deskripsi dalam Il Cortegiano (Kitab Orang Istana, diterbitkan tahun 1528) karya Baldassare Castiglione, menetapkan standar atas apa yang kelak dikarakterisasikan sebagai seorang "pria sejati" (gentleman) Eropa selama berabad-abad kemudian. Cesare Borgia dan masa Keadipatian Della RovereCesare Borgia mengusir Guidobaldo da Montefeltro, Adipati Urbino, dan Elisabetta Gonzaga pada tahun 1502, dengan keterlibatan ayahnya, Paus Aleksander VI. Setelah upaya Paus Leo X untuk mengangkat seorang Medici muda sebagai adipati, digagalkan oleh kematian dini Lorenzo II de Medici pada tahun 1519, Urbino adalah bagian dari Negara Gereja, di bawah kepemimpinan dinasti dari para adipati Della Rovere (1508–1631). Mereka memindahkan istana ke kota Pesaro pada tahun 1523 dan Urbino mulai mengalami penurunan secara perlahan yang terus berlanjut hingga akhir abad ke-17.[2] Aneksasi oleh Negara GerejaPada tahun 1626, Paus Urbanus VIII secara definitif memasukkan keadipatian tersebut ke dalam kekuasaan kepausan, sebagai pemberian dari adipati Della Rovera yang terakhir pada masa pensiun setelah pembunuhan ahli warisnya, untuk dipimpin oleh uskup agung. Sejak saat itu negeri ini diperintah oleh seorang legatus kepausan, yang umumnya dipegang oleh hierarki tinggi gerejawi. Setelah aneksasi keadipatian oleh Negara Gereja, warisan artistik yang kaya (termasuk furnitur) dari Istana Keadipatian kebanyakan menjadi mahar kepada mempelai pria dari keturunan langsung Della Rovere yang terakhir, Vittoria della Rovere, yang menikah dengan Ferdinand II de Medici. Karya-karya seni tersebut menjadi inti dari Galeri Uffizi kelak. Di antara karya-karya yang pindah ke Firenze (Florence) adalah diptik para adipati Urbino karya Piero della Francesca. Karya-karya seni lain dari Istana Keadipatian dibawa ke Roma, seperti Barberini Ex Tables dari Fra Carnevale dan perpustakaannya yang terkenal, dibawa seluruhnya ke Perpustakaan Vatikan pada tahun 1657. Albani dan pendudukan PrancisAbad ke-18 dibuka dengan pemilihan Kardinal Giovan Francesco Albani Urbino menjadi paus (1701), dengan nama Klemens XI. Peristiwa tersebut dipandang sebagai suatu keuntungan bagi kota ini dan merupakan era besarnya yang terakhir, terutama dalam hal seni dan budaya, berkat pendanaan paus dari keluarga Albani itu dan keluarganya. Pada masanya dilakukan renovasi besar beberapa bangunan, gereja, dan biara seperti Palazzo Albani, bagian dari fasad Balai Kota, kediaman uskup agung, Kapel Albani (di dalam biara St. Fransiskus), Oratorium Santo Yosef, serta struktur internal Gereja San Francesco, San Domenico, dan St. Agustinus. Selain itu, berkat patronase sang paus dan keluarganya, Duomo di Urbino mengalami banyak perbaikan (seperti altar yang baru) sebagaimana juga pada institusi-institusi religius di kota ini. Zaman baru kemegahan kota ini berakhir dengan wafatnya Paus Klemens XI pada tahun 1721, menjadikan kota ini mengalami penurunan panjang yang berlangsung hingga sekarang. Setelah wafatnya sang paus, keluarga Albani tetap menjadi pelindung utama karya-karya terpenting hingga paruh pertama abad ke-19. Pada tahun 1789, runtuhnya kubah Katedral akibat gempa bumi besar menyebabkan gereja tersebut direnovasi total. Antara tahun 1797 dan 1800, kota ini diduduki oleh pasukan Prancis, seperti juga banyak wilayah Italia utara dan tengah. Selama pendudukan Prancis, Urbino dan teritorinya mengalami pengambilalihan karya-karya seni penting oleh bangsa Prancis, dipindahkan ke Paris ataupun Milan, ke dalam galeri Louvre dan Brera yang baru didirikan. Peristiwa tersebut merupakan salah satu penyebab lanjutan miskinnya warisan seni setempat, setelah berkurangnya karya-karya seni di kota ini akibat penyerahan keadipatian pada abad ke-17.[3] Pembangunan kembali pada abad ke-19Abad ke-19 dibuka dengan konsekrasi Katedral Urbino (Duomo di Urbino) yang baru pada tahun 1809, sesuai rancangan arsitek Giuseppe Valadier, yang melakukan restorasi bangunan-bangunan era Montefeltro di kota ini seperti seminari lama di dekat Gereja St. Sergius, sekarang sebagian situsnya ditempati oleh Hotel Raffaello. Setelah pembangunan Istana Baru keluarga Albani (1831), rancangan arsitek Peter Ghinelli, yang menghadirkan Piazza della Repubblica saat ini yang kelak membentuk bagian pertama Corso Garibaldi, kota ini mengalami sejumlah perbaikan perkotaan yang dirancang untuk mengubah wajah kota. Sejak pembangunan Teater Sanzio (1845–53), terwujud realisasi akhir Corso Garibaldi dengan suatu jalur jalan tertutup di sisi turunan bukit untuk memastikan agar para penonton teater terlindung dari hujan dan salju dalam perjalanan mereka menuju Piazza della Repubblica, yang pembangunannya berlangsung sampai awal abad ke-20. Selain itu, perubahan penting lainnya adalah penghancuran sebagian tembok kota pada tahun 1868 untuk membuat suatu gerbang yang disebut Porta Nuova atau gerbang Margherita (untuk menghormati Putri Margherita dari Savoy), yang diperlukan karena adanya jalan baru menyusur sepanjang bentangan tembok dan terhubung ke Corso Garibaldi. Hal ini menimbulkan tata letak baru perkotaan dengan semacam ceruk tanah yang besar di bawah Istana sang Doge disertakan sebagai bagian dari kota ini, yang disebut Pincio. Transformasi-transformasi perkotaan tersebut membawa suatu perubahan dalam hal akses ke kota ini. Alih-alih melintasi jalan-jalan yang sempit, berkelok-kelok, dan melalui gerbang-gerbang tembok, sekarang orang dapat masuk melalui Porta Nuova dengan cara yang lebih mudah dan nyaman untuk mengunjungi Palazzo Ducale (pusat kota) dan Piazza della Repubblica yang sekarang. Pembaruan perkotaan tersebut merefleksikan banyak gagasan Fulvio Corboli, namun rancangannya kebanyakan dilakukan oleh arsitek Vincenzo Ghinelli.[4] Unifikasi ItaliaPada tanggal 8 September 1860, pasukan Piemonte memasuki Urbino melalui Pelabuhan Santa Lusia dan memaksa penyerahan diri tentara kepausan, dalam perlawanan terakhir mereka, di serambi rumah masa kecil Rafael. Namun baru pada tanggal 29 September, dengan direbutnya Ancona, penaklukan seluruh regione Marche dirampungkan oleh pasukan Piemonte (Piedmont). Antara tanggal 4 dan 5 November, diselenggarakan referendum atas aneksasi Marche ke dalam Kerajaan Sardinia, yang berakhir dengan 144.783 suara mendukung, 260 suara menentang, dan 1.212 suara tidak sah. Di Provinsi Urbino (selain teritori Pesaro) perhitungannya adalah 21.111 suara mendukung dan 365 suara menentang dengan 29 suara yang tidak sah. Selanjutnya, pada tanggal 10 November, Marche termasuk dalam Statuto Albertino, dan kemudian, pada tanggal 17 Desember, hasil tersebut diresmikan dengan dikeluarkannya sebuah dekret kerajaan.[5] Pemerintah yang baru mulai menyita berbagai macam barang gerejawi, termasuk bagian terbaik dari Biara San Francesco (tempat keberadaan suatu bagian dari kebun botani rancangan Vincenzo Ghinelli), Biara Santa Chiara, San Girolamo, dan banyak lainnya. Paruh pertama abad ke-20Abad ke-20 berawal sebagai kelanjutan abad sebelumnya. Periode tenang ini bertahan hampir sepanjang paruh pertama abad ke-20, tanpa adanya peristiwa penting tertentu. Dalam periode ini, Scuola del Libro (Istituto per la Decorazione e l'Illustrazione del Libro) didirikan dan menunjukkan bakat-bakat yang cukup baik dalam skala nasional maupun internasional. Selain perkembangan seni dari Scuola del Libro, Urbino juga mulai bertumbuh sebagai suatu kota universitas, dengan diangkatnya fakultas Sekolah Farmasi abad ke-19 ke jenjang universitas dan lahirnya departemen Pendidikan (sekitar tahun 1934). Karena perubahan-perubahan tersebut dalam Universitas, terjadi peningkatan jumlah mahasiswa sehingga menyebabkan kekurangan perumahan yang menyoroti ketidaksiapan kota ini secara keseluruhan, dan untuk pertama kalinya banyak mahasiswa yang tinggal di rumah-rumah pribadi warga. Masalah itu teratasi sebagian dengan didirikannya asrama laki-laki "Rafael" pada awal abad tersebut, dan asrama perempuan "Laura Battiferri" pada sekitar tahun 1926. Periode ini didominasi peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah nasional dan internasional, yang turut terekspresikan di Urbino. Periode kediktatoran fasis meninggalkan jejaknya di kota ini, terutama dari sudut pandang arsitektur, dengan berdirinya sekolah dasar fasis "Giovanni Pascoli" (1932) yang dibangun di atas situs kuno Taman Santa Lusia (bagian dari taman pribadi adipati), restorasi Istana Mauruzi Gherardi, tempat kedudukan istana kelak, serta Rumah Mahasiswa, sebagai kompensasi atas kekurangan akomodasi yang diakibatkan peningkatan besar populasi universitas dan sebagai hunian bagi warga sipil yang cacat. Pada tahun 1938, kota ini ditetapkan sebagai kantor pusat Soprintendenza alle Gallerie e alle Opere d'Arte delle Marche (Organisasi Galeri dan Karya Seni Marche) yang baru terbentuk. Kota ini tidak mengalami pengeboman selama Perang Dunia II, berkat tanda palang merah besar yang dicat di atas Istana Keadipatian serta kesepakatan antara pihak Jerman dan Sekutu. Namun, menjelang akhir perang tersebut, pasukan Jerman Nazi yang mundur berusaha menghancurkan semua tembok pertahanan, tetapi ranjau-ranjau yang ditanam berhasil dilumpuhkan oleh para pekerja dari Urbino yang dipekerjakan oleh pihak Jerman. Selama penarikan diri mereka, pasukan Jerman mengisolasi kota ini dengan menghancurkan rel kereta dan jalan. Selain itu, pihak Jerman berencana meledakkan suatu terowongan yang dalam tahap konstruksi di antara Urbino dan paroki Schieti, yang sedang digunakan oleh Nazi untuk menyimpan persenjataan. Karena lokasinya di kaki pusat bersejarah, penduduk mengkhawatirkan bahwa ledakan akan menyebabkan kehancuran desa di atasnya, tetapi hal itu tidak terjadi. Selama Perang Dunia II, Pasquale Rotondi, kelak Superintenden Galeri dan Karya Seni di Urbino di Marche, secara diam-diam menempatkan sekitar 10.000 karya seni tak ternilai (termasuk karya-karya Giorgione, Piero della Francesca, Paolo Uccello, Titian, Mantegna, Rafael, dan banyak lagi, dari semua museum utama di Italia), yang hendak dicuri oleh Nazi, ke dalam Batu Karang Sassocorvaro. Tindakannya itu memperoleh pengakuan internasional dan hingga sekarang Batu Karang Sassocorvaro dikenal sebagai "Tabut Seni".[6] Urbino dibebaskan dari pendudukan Nazi pada tanggal 28 Agustus 1944 berkat Korps V Inggris, tentara Polandia, dan tindakan-tindakan heroik berbagai kelompok partisan di daerah ini. Beberapa anggota kelompok partisan tersebut ditangkap oleh Nazi dan dieksekusi di Punto Panoramica saat ini, tempat didirikannya memorial-memorial untuk memperingati pengorbanan mereka. Urbino dan De CarloParuh kedua abad ke-20 di Urbino ditandai oleh kerjasama arsitek Giancarlo De Carlo dengan institusi-institusi utama publik (Universitas dan Kota). Hubungan itu dimulai pada tahun 1956 ketika Carlo Bo, rektor Universitas, menugaskan De Carlo untuk mengerjakan proyek renovasi internal bangunan Bonaventura-Montefeltro, kantor pusat Universitas. Tidak lama setelah itu, arsitek kelahiran Genova (Genoa) itu ditugaskan oleh otoritas kota ini untuk mempersiapkan Rencana Umum (1958–64) yang ditujukan untuk memulihkan pusat bersejarah kota, yang berada dalam kondisi buruk dan bahaya kehilangan beberapa lingkungan termasuk Palazzo Ducale karena penurunan permukaan tanah. Masalah tersebut teratasi berkat pembiayaan negara dari dua undang-undang khusus yang diberlakukan untuk kota ini (pada tahun 1968 dan 1982). Selanjutnya, De Carlo merealisasi beberapa proyek universitas termasuk asrama-asramanya, di dekat suatu gereja Kapusin di luar pusat kota, menjadi salah satu contoh menarik mengenai bagaimana arsitektur dapat berpadu dengan lanskap sekitarnya. Ia juga menyelesaikan beragam proyek seperti pembangunan Departemen Magisterium (1968–76), restrukturisasi Departemen Hukum (1966–68) dan bangunan Battiferri (1986–99) untuk Departemen Ekonomi. Ketiganya merupakan contoh-contoh penting penyertaan arsitektur kontemporer dalam suatu lingkungan kuno, yang hingga sekarang masih dipelajari. Tahun 1970-an ditandai oleh kolaborasi dengan Munisipalitas untuk suatu proyek yang disebut Operasi Mercatale (1969–72), yang mencakup pembangunan tempat parkir bawah tanah bertingkat di bawah Istana Keadipatian karya Torricini dan restorasi jalur pendakian yang berbentuk spiral di bawah teater karya Francesco di Giorgio Martini (1971–75), dalam kerjasama dengan otoritas kota. Kemudian dilakukan proyek renovasi teater Sanzio (1977–82) dan proyek renovasi situs kuno Kandang Kuda Keadipatian yang banyak dibicarakan. Selain itu, karena hubungan dekat dengan De Carlo, kota ini dua kali (tahun 1976–81 dan 1992–93) menjadi tempat keberadaan laboratorium-laboratorium ILAUD, yang didirikan dan dipimpin oleh sang arsitek Genoa. Salah satu tindakan terakhir De Carlo adalah persiapan Rencana Umum Baru antara tahun 1989 dan 1994. MaiolicaTanah liat dari Urbino, yang masih menunjang industri batu bata, memasok sekelompok pabrik tembikar (botteghe) yang membuat tembikar berglasir timah oksida yang dikenal dengan sebutan maiolica. Perabot-perabot lokal yang sederhana dibuat pada abad ke-15 di Urbino; namun, setelah tahun 1520, Francesco Maria I della Rovere dan Guidobaldo II penggantinya—para adipati Della Rovere—yang mengekspor perabot-perabot dari seluruh Italia, mendorong pertumbuhan industri tersebut. Pada saat itu, untuk pertama kalinya perabot-perabot tersebut disebut istoriato ("dilukis dengan cerita-cerita") dengan menggunakan ukiran-ukiran mengikuti para pelukis Manneris, kemudian dengan suatu gaya arabes ringan dan grottesche mengikuti gaya stanze Rafael di Vatikan. Pusat perabotan abad ke-16 yang lain di Kadipaten Urbino yaitu Gubbio and Castel Durante. Nama besar dalam majolica Urbino adalah Guido Fontana, putra Nicolo Pillipario. Destinasi wisata utamaIstana dan bangunan publik
Bangunan gereja
Destinasi wisata lainnya
Tokoh terkenal
Tokoh terkenal yang lain dari Urbino misalnya:
Lihat pulaReferensi
Sumber
Bacaan lanjutanPranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Urbino. Wikiwisata memiliki panduan wisata Urbino.
|