Jalur kereta api Kalisat–Banyuwangi
Jalur kereta api Kalisat–Banyuwangi adalah jalur kereta api utama di Indonesia yang termasuk dalam Daerah Operasi IX Jember. Jalur ini menghubungkan Stasiun Kalisat di Kabupaten Jember hingga Stasiun Ketapang di Kabupaten Banyuwangi. Trase sesungguhnya dari jalur kereta api ini adalah menuju Banyuwangi Lama, bukan Ketapang. Jalur menuju Ketapang baru dirintis pada tahun 1984–1985 seiring dengan beroperasinya Pelabuhan Ketapang yang baru. Jalur ini tergolong tidak padat frekuensinya karena setiap harinya hanya ada 14 kereta api reguler yang melintas. Sesuai UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, seluruh prasarana dan bangunan stasiun di jalur ini dimiliki oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Jalur ini melintasi wilayah yang terdiri atas pegunungan dan dataran tinggi. Pada petak Kalisat–Ledokombo terdapat puluhan bukit yang ada di tepian rel. Semakin ke timur, mulai dari Kalibaru ruang jarak (spasial) antara jalur rel dan permukiman amatlah sempit. Di utara Stasiun Ketapang terdapat petak balon (balloon loop) yang menggantikan pemutar rel di jalur ujung lain. rute balon ini disebut demikian karena bentuknya yang seperti balon. Rute ini berawal dari Stasiun Ketapang masuk kembali ke jalan raya melintasi pabrik-pabrik seperti Pusri, Pelabuhan Meneng, dan Jakarta Lloyd.[1] Namun, rute balon tersebut kini sudah tidak dipergunakan karena pabrik-pabrik tersebut mengganti moda transportasi barang-barangnya. Kini rute balon tersebut diperkecil dan terletak di selatan jalan kecil yang menghubungkan Jalan Gatot Subroto dan Jalan Lingkar Ketapang. SejarahPembangunan jalur Kalisat–Banyuwangi LamaSulitnya mengangkut hasil bumi dari wilayah Banyuwangi yang merupakan daerah yang terisolasi dan dikurung oleh bukit-bukit terjal yang tidak bisa dilalui jalan desa maupun jalur pedati mengakibatkan Staatsspoorwegen (SS) menawarkan kereta api sebagai solusi dalam mengangkut hasil-hasil bumi dari wilayah tersebut.[2] Pemerintah mendukung rencana tersebut dengan diterbitkannya Rencana Umum Perkeretaapian di Pulau Jawa pada 12 Oktober 1893. Jalur kereta api Kalisat–Banyuwangi merupakan salah satu prioritas dalam rencana tersebut.[3] Tepat setelah pembangunan jalur kereta api Kalisat–Panarukan, maka pada tahun 1897, dibangunlah jalur menuju Banyuwangi ini.[4] Pada 31 Desember 1898, pemerintah menertibkan peraturan yang menjadi dasar dibangunnya jalur ini.[3] Jalur ini dibangun membelah gunung, melintasi dua terowongan, serta memiliki jembatan yang cukup dalam di petak Garahan–Mrawan.[4] Pada 10 Desember 1902, segmen sepanjang 30 kilometer dari Kalisat hingga Terowongan Mrawan selesai dibangun.[3] Jalur menuju Banyuwangi kemudian selesai pada 2 Februari 1903, menandai dibuka penuhnya jalur ini untuk layanan umum oleh SS.[5] Begitu jalur ini dibuka, 3.000 kepala keluarga memutuskan untuk bertempat tinggal di pinggir rel di jalur ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya jalur kereta api sebagai penggerak ekonomi kala itu.[6] Penutupan jalur Kabat–Banyuwangi LamaPada tahun 1985, jalur kereta api baru telah selesai dibangun oleh PJKA dari Stasiun Kabat menuju Stasiun Ketapang yang mengakibatkan segmen ke Banyuwangi Lama resmi dinonaktifkan. Segmen ke Banyuwangi Lama resmi ditutup pada 31 Maret 1988.[7] Sejak dekade 90-an, jalur ini sudah tidak dioperasikan lagi karena digantikan oleh jalur baru dari Stasiun Kabat menuju Ketapang yang memiliki akses cukup dekat menuju Pelabuhan Ketapang. Keadaan di jalur rel ini berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lain. Stasiun Kabat sudah tidak difungsikan dan yang bisa dilihat adalah bangunan tanpa atap yang dijalari rumput liar. Stasiun Banyuwangi Lama juga sudah tidak difungsikan dan kini menjadi kompleks pertokoan, tetapi arsitektur asli dari stasiun ini masih dijaga. Jalur yang melewati Desa Kedayunan masih ada meskipun hanya besi relnya saja dan bantalannya telah hilang. Di Perumahan Kalirejo Permai besi-besi rel ini sudah dilepas untuk dijual, bahkan ada beberapa rumah yang memiliki pagar dari bekas rel kereta api. Perlintasan kereta di Jalan S. Parman kini telah dibangun pos polisi di atasnya. Jalan Kepiting di Kelurahan Sobo adalah jalan raya baru yang dibangun sesaat setelah rel sudah tidak difungsikan, di sisi kanan dan kiri Jalan Kepiting terdapat besi tiang berkarat yang dulunya mungkin berwarna biru-putih, tanda sebuah rel kereta pernah ada di sana. Perkampungan warga dan komplek pertokoan dibangun di atas rel yang telah mati ini dari Kertosari hingga Karangrejo. Beberapa palang perlintasan manual juga masih ada, seperti yang terdapat di rel yang melintasi Jalan Ikan Sadar, Karangrejo. Beberapa bekas gedung atau pabrik industri juga terdapat di lokasi-lokasi dekat jalur rel menandakan bahwa dulu terdapat kegiatan industri yang memanfaatkan kereta api. Beberapa pabrik yang terkenal adalah pabrik bernama Naga Bulan, sebuah perusahaan pengolahan minyak kopra. Dan sisa-sisa dari jalur rel ini masih bisa ditelusuri sampai ke Pantai Boom, tetapi turntable yang dulu ada di ujung jalur ini sudah hilang. Pendirian bangunan permanen di atas jalur mati Kabat-Banyuwangi menyalahi aturan UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyatakan bahwa aset lahan sekitar jalur KA adalah milik negara dan tidak bisa dimiliki oleh warga. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Kepala Bagian PT KAI Daerah Operasi IX Jember, Gatut Setyatmoko. Hal ini menyebabkan bangunan permanen tersebut harus siap sewaktu-waktu ditertibkan tanpa pemberian ganti rugi.[8] Profil jalur
Jalur terhubungLintas aktifLintas nonaktif
Layanan kereta apiAntarkota
Lokal
Daftar stasiunLintas aktif
Lintas nonaktif Kabat–Banyuwangi
GaleriLintas nonaktif Kabat–Banyuwangi
Referensi
Peta rute:
|