Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Mohammad Ibid Tamjid

Mohammad Ibid Tamjid
Wali Kota Administratif Depok ke-2
Masa jabatan
28 November 1984 – 8 Agustus 1988
BupatiSudarjat Nataatmaja
Sebelum
Pendahulu
Rukasah Suradimaja
Pengganti
Abdul Wahyan
Sebelum
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat
Masa jabatan
1999 – Tidak diketahui
GubernurNana Nuriana
Informasi pribadi
Lahir1944 (1944)
Bandung, Jawa Barat, Hindia Belanda
KebangsaanIndonesia
Afiliasi politik
lainnya
Golkar (sampai 1998)
Suami/istriEtty Rohaeti
Anak5
Orang tuaMohammad Yunus (ayah)
Siti Anasih (ibu)
AlmamaterUniversitas Padjadjaran (tidak selesai)
Akademi Pemerintahan Dalam Negeri
Institut Ilmu Pemerintahan
PekerjaanPensiunan pegawai negeri sipil
ProfesiBirokrat
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Mohammad Ibid Tamjid (ER: Mochammad Ibid Tamdjid) adalah seorang birokrat asal Indonesia yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang mengabdi di lingkungan pemerintahan daerah di Jawa Barat. Profesinya sebagai birokrat pada masa Orde Baru secara otomatis menjadikannya sebagai anggota Golongan Karya (Golkar)—merupakan organisasi sosial politik nonpartai—sekaligus anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), organisasi yang menjadi bagian dari kelompok induk organisasi di bawah naungan Golkar.[1] Pada akhir 1984, melalui Gubernur Jawa Barat saat itu, Aang Kunaefi Kartawiria melantik dirinya untuk menduduki posisi Wali Kota Administratif Depok menggantikan pendahulunya, Rukasah Suradimaja yang dimutasi dari tugasnya menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di Bogor.[2] Di samping posisinya sebagai wali kota, bupati menunjuknya sebagai wakil ketua pada Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II bersama dengan wedana-wedana di Bogor pada Pemilu Legislatif 1987, di mana bupatinya, Sudrajat menjabat sebagai ketuanya.[3] Ia menjabat sebagai wali kota administratif hingga 1988.[4]

Kehidupan pribadi

Ibid lahir di Cibeureum, Bandung pada tahun 1944 dari pasangan Mohammad Yunus dan Siti Anasih.[5] Ia lahir di keluarga yang memiliki latar belakang TNI AU. Bercita-cita sebagai seorang jaksa, ia pun menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan beriringan dengan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri, walaupun akhirnya gagal menamatkan Fakultas Hukum tersebut. Orang tuanya pun menanggapi Ibid yang ingin menjadi jaksa dengan berpesan pohon jengkol saja tidak mau jadi padung jaksa.

Sempat mendapat tugas belajar di Institut Ilmu Pemerintahan pada 1974, Ibid terlibat aktif dalam organisasi selama menjadi mahasiswa. Organisasi tersebut adalah Ikatan Mahasiswa Bata-Bata (IMABA) dan Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS), serta terlibat sebagai aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia pada 1966 ketika menumbangkan rezim pemerintahan Orde Lama.

Perjalanan karier

Pascatamat dari Akademi Pemerintahan Dalam Negeri pada 1968, Ibid memulai kiprahnya sebagai birokrat dengan menjadi ajudan bagi Gubernur Jawa Barat dalam kurun waktu 1969 hingga 1970.[2] Gubernur yang menjabat ketika itu adalah Mashudi dan Solihin Gautama Purwanegara. Selesai memangku jabatan tersebut, ia diberi mandat baru sebagai Mantri Polisi Pamongpraja di Cirebon Barat yang saat ini telah dimekarkan pada dua kecamatan dengan nama yang berbeda, yakni Kedawung dan Tengahtani. Jabatan tersebut Ibid emban pada 1970 sampai 1971. Kemudian, ia ditugaskan menjadi camat di Cirebon Selatan—kelak berganti nama menjadi Talun—selama hampir tiga tahun sejak dipindahtugas dari mantri polisi.[2] Posisi camat Ibid terima pada saat dirinya menempuh perguruan tinggi di Institut Ilmu Pemerintahan yang bertempat di Jakarta dan lulus pada tahun 1976.

Mengakhiri studinya di perguruan tinggi menempatkan dirinya untuk mengambil peran sebagai sekretaris dewan di DPRD II Cirebon sejak 1976 hingga 1984.[5] Lalu, Ibid yang merasa perannya cukup lama di Cirebon mengajukan diri untuk dimutasi ke daerah lain kepada gubernur. Pada akhirnya, gubernur yang mengizinkan pemutasiannya memandatkan Ibid untuk memimpin Kawedanan Cibinong di Bogor sebagai wedana yang mengantarkan kariernya untuk menjadi Wali Kota Administratif Depok antara tahun 1984 hingga 1988.[5] Ketika ditunjuk menjadi wali kota, ia digantikan posisinya oleh Thamrin.[2] Ibid menjabat jabatan wedana kembali ketika pemerintah mengkaryakan dirinya untuk memimpin Kewedanan Ciparay, Bandung. Sebagai birokrat, Ibid pernah menjadi Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung, Inspektur Pembantu Sosial Politik di Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, sampai pada akhirnya menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat pada tahun 1999 hingga masa pensiunnya sebagai seorang pegawai negeri sipil.[5] Di saat purnatugasnya sudah memasuki era Reformasi sehingga Ibid menanggalkan keanggotannya di Golkar seiring transformasinya menjadi partai politik.

Wali Kota Administratif Depok

Ibid diamanahi jabatan baru setelah sebelumnya memimpin Kawedanan Cibinong, yaitu Wali Kota Administratif Depok. Ia mengambil sumpah pada 28 November 1984 dan seusai prosesi pelantikan, Rukasah yang sebelumnya memimpin Depok sejak awal pembentukannya sebagai kota administratif melakukan sesi penyerahterimaan jabatan kepada Ibid selaku pejabat baru yang telah dikaryakan oleh pemerintah.[2] Serah terima posisi wali kota tersebut turut disaksikan oleh Sudarjat Nataatmaja selaku Bupati Bogor hingga Kapolres 709 Depok saat itu, Ismail. Sebagai wali kota di Depok, dia menyatakan terkait pengembangan Depok menjadi kotamadya dilakukan pembangunan dari sisi barat hingga ke timur.[6] Ibid juga menyinggung persoalan mengenai agraria dan pertanahan bahwa dirinya menginginkan konsep Depok sebagai kota resapan air sebagai cadangan air bersih bagi Jakarta.

Ibid merancang konsep Depok sebagai kota yang berpacu pada sarana pendidikan, wilayah permukiman, dan kota yang memproduksi buah-buahan.[7] Di masa pemerintahannya, pembangunan jembatan layang dari arah Pasar Minggu menuju Beji yang umum disebut sebagai jembatan layang Universitas Indonesia terjadi.[8] Sebesar 4,1 hektar wilayah permukiman di Depok terkena dampak relokasi, sedangkan kawasan UI yang menjadi bagian dari teritori Depok sebesar 2,5 hektar tanahnya digunakan untuk pembangunan jembatan layang ini.

Penghargaan

Referensi

  1. ^ "Dalam Laksanakan Profesi Jangan Semata-Mata Cari Keuntungan". Berita Yudha. Bogor: Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1986-04-15. hlm. 2. Diakses tanggal 2024-05-19. 
  2. ^ a b c d e "Kotip Depok Perlu Ditata Secara Konsepsional". Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1984-11-29. Diakses tanggal 2024-05-17. 
  3. ^ "Hakekat Pemilu Perlu Di jelaskan Pada Masyarakat". Berita Yudha. Bogor: Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1986-01-20. hlm. 4. Diakses tanggal 2025-01-25. 
  4. ^ "Hari Ini: Depok Berusia 15 Tahun". Bodetabek. Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1997-03-18. hlm. 3. Diakses tanggal 2024-05-17. 
  5. ^ a b c d Rosidi 2003.
  6. ^ "Depok Dibangun ke Arah Barat dan Timur". Depok: Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1988-03-12. hlm. 8. Diakses tanggal 2024-01-25. 
  7. ^ "Menyambut 6 Tahun Kotif Depok". Harian Neraca. Depok: Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1988-03-18. hlm. 4. Diakses tanggal 2025-01-25. 
  8. ^ "Tergusur Pembangunan Jalan Layang". Berita Yudha. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia. 1986-02-01. hlm. 2. Diakses tanggal 2025-01-25. 

Daftar pustaka

Pranala luar


Prefix: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Portal di Ensiklopedia Dunia

Kembali kehalaman sebelumnya