Sultan Banjar adalah gelar tradisional bagi penguasa Kesultanan Banjar, sejak pembentukannya pada tahun 1526 sampai pembubarannya pada tahun 1905 dan restorasi kembali pada tahun 2010. Sultan Banjar juga berfungsi sebagai pemimpin spiritual dan adat masyarakat Banjar. Setelah restorasi tahun 2010, Sultan Banjar tidak memiliki kekuatan politik.
Sejarah
Pada awalnya, Nan Sarunai dikuasai oleh raja-raja Dayak Maanyan, yang juga memiliki hubungan dengan Kerajaan Tanjung Pematang Sawang di Biaju. Ketika Nan Sarunai dianeksasi oleh Majapahit pada 1300-an, keturunan mereka kemudian mendirikan negara Banjar pertama yang bernama Kerajaan Negara Dipa, Negara Dipa kemudian berganti nama menjadi Kerajaan Negara Daha.
Suriansyah dari Banjar yang merupakan pewaris takhta Maharaja Sukarama, raja Negara Daha, tidak diakui oleh pangeran-pangeran lain yang memiliki ambisi takhta. Setelah kematian Maharaja Sukarama, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumanggung, yang menginginkan ambisi tahta, berusaha menyingkirkan Pangeran Samudera. Hal ini kemudian memicu perang saudara yang membawa Negara Daha pada keruntuhannya. Surianyah yang kemudian memeluk Islam memproklamirkan diri sebagai "Sultan", yang kemudian mendirikan Kesultanan Banjar di ibukota baru, Banjarmasin.[1][2][3]
Pemerintahannya dilanjutkan oleh keturunannya, termasuk Rahmatullah dari Banjar dan Hidayatullah I dari Banjar. Selama pemerintahan Mustain Billah dari Banjar, Banjar mencapai kejayaannya dan berhasil lepas dari dominasi Demak yang runtuh; pada masa ini VOC Belanda mulai tertarik dengan Banjar yang menjadi eksportir lada terbesar di Nusantara. Konflik antara Sultan Mustain Billah dengan VOC di tahun 1638 dan kekalahan Belanda menyerang Banjarmasin memperkuat posisi Banjar saat itu.[4][5] Belanda akhirnya setuju untuk melakukan rekonsiliasi dengan pengganti Mustain Billah, Inayatullah dari Banjar, bersepaham dengan Saidullah dari Banjar dan akhirnya menandatangani perjanjian damai dengan Rakyatullah dari Banjar.[6]
Meskipun begitu, Belanda mulai kembali ikut campur dengan urusan dalam negeri Banjar selama Perang Saudara antara Sultan Agung dari Banjar dengan Tahlilullah dari Banjar. Kemenangan Tahlilullah atas Sultan Agung pada 1679 memperkuat posisi Belanda untuk ikut campur dalam kebijakan ekonomi Banjar. korespondensi antara Sultan Tahmidullah I dari Banjar kepada VOC-Belanda terjadi sejak tanggal 27 Mei 1702 sampai 14 Maret 1713.[7]
Sebagai akibat dari dominasi Belanda, pemerintahan sultan-sultan setelahnya dikendalikan oleh Belanda. Puncaknya ada pada masa Tahmidullah II dari Banjar, di mana ia menyerahkan banyak wilayah kepada Belanda, dan Banjar menjadi vasal VOC.[8][9] Meskipun demikian, dikabarkan bahwa ia juga menyimpan kebencian terhadap Belanda. Pemerintahan putranya, Sulaiman dari Banjar, berhasil mengembalikan wilayah-wilayah yang sebelumnya diserahkan dalam Kontrak Persetujuan Karang Intan I dan Kontrak Persetujuan Karang Intan II.[10][11]
Krisis suksesi Adam dari Banjar pada tahun 1857 sampai 1858 membuat Banjar terpecah menjadi dua kekuatan utama, Tamjidillah II dari Banjar dan Hidayatullah II dari Banjar. Kekalahan Tamjidillah II yang didukung Belanda membuat Belanda tidak menerima pemerintahan Hidayatullah II,[12][13] yang kemudian berujung kepada Perang Banjar. Setelah pengasingan Hidayatullah II ke Cianjur, Pangeran Antasari memimpin sisa-sisa perlawanan terhadap Belanda, dan menjadikan Puruk Cahu sebagai basis perlawanannya.[14] Setelah Antasari meninggal dunia karena penyakit paru-paru, Muhammad Seman dari Banjar melanjutkan perlawanannya, namun akhirnya terbunuh pada tahun 1905, yang berujung pada pembubaran Kesultanan Banjar.[15][16]
Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia menyetujui restorasi Kesultanan Banjar dan dalam Milad ke-508, Khairul Saleh dilantik sebagai Sultan Banjar dengan gelar "al-Mu'tashim Billah".[17][16][18][19]
Suksesi
Secara tradisional, posisi Sultan Banjar diwariskan turun temurun dari Wangsa Banjarmasin. Meskipun demikian, dalam sejumlah kasus, seperti Sultan Agung dari Banjar, dan Rakyatullah dari Banjar, seorang sultan juga dipilih dari saudara-saudara atau kerabat sultan sebelumnya, namun tetap tidak dapat mengecualikan hubungan sang Sultan dengan Wangsa. Sultan Banjar secara formal disebut "Paduka Seri Sultan", namun juga disebut "Susuhunan", dan terkadang bergelar "Panembahan".[20][21][22][23][24][25][26][27][28][29][30][31][32][33]
Daftar
No.
|
Gambar
|
Nama regnal
|
Memerintah
|
Catatan
|
Sultan berdaulat (1520–1905)
|
1
|
|
Suriansyah dari Banjar سوريان شاه متن بنجر
|
1520 – 1540
|
Raja Banjarmasih. Nama lahirnya Raden Samudra, Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di Kampung Banjarmasih yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung (Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha, padahal ia garis keturunan perempuan (menurut Hikayat Banjar versi resensi I). Setelah turun tahta Pangeran Tumenggung pindah ke daerah Alai beserta seribu penduduk. Sultan Suryanullah dibantu mangkubumi Aria Taranggana.[34] Baginda memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, dia dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu Habang.
|
2
|
|
Rahmatullah dari Banjar رحمة الله متن بنجر
|
1540 – 1570
|
Sultan Rahmatullah merupakan putera sulung Sultan Suryanullah, sedangkan Pangeran Anom/Pangeran di Hangsana merupakan putera kedua Sultan Suryanullah. Pangeran Anom/Pangeran di Hangsana menjabat sebagai Dipati. Sultan Rahmatullah dibantu mangkubumi Aria Taranggana.[34] Makam Sultan Rahmatullah terdapat di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Putih.
|
3
|
|
Hidayatullah I dari Banjar هداية الله ١ متن بنجر
|
1570 – 1595
|
Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Anggadipa.[34] Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Irang. Puteranya Raden Bagus dilantik sebagai raja muda dengan gelar Ratu Bagus, belakangan Ratu Bagus ditawan di Tuban oleh Sultan Mataram dan baru dibebaskan pada masa Sultan Mustain Billah. Trah keturunan Sultan Hidayatullah I menjadi Datu-datu Taliwang dan Sultan-sultan Sumbawa. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II/Gusti Mesir Abdurrahman/Dewa Pangeran (Sultan Sumbawa (1763 - 1766) merupakan seorang keturunan Raja Banjar yang menjadi menantu Sultan Sumbawa. Kemudian dia dilantik sebagai Sultan Sumbawa berikutnya oleh Datu Taliwang (raja daerah Taliwang yang juga keturunan Raja Banjar Sultan Hidayatullah I).[35] |
4
|
|
Mustain Billah dari Banjar مستعين بالله متن بنجر
|
1595 – 1642
|
Raja Banjarmasih/Raja Martapura. Nama lahirnya Raden Senapati, diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari permaisuri meskipun ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Jayanagara, dilanjutkan sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara. Gelar lain: Raden Kushil/Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar yang dimasyhurkan Marhum Panembahan. Dia memindahkan ibu kota ke sebelah hulu setelah mendapat serangan dari VOC Belanda dan memberi nama ibu kota baru Martapura.[34] Oleh Suku Dayak yang menghayati Kaharingan baginda dianggap hidup sebagai sangiang di Lewu Tambak Raja dikenal sebagai Raja Helu Maruhum Usang. Pada bulan Oktober 1641 baginda mengirim utusan yang membawa hadiah persembahan (bukan upeti) kepada Sultan Mataram sebagai tanda persahabatan. Sekitar tahun 1635 hubungan Banjar dan Mataram mengalami ketegangan, namun mulai membaik sejak tahun 1637. Keturunannya menjadi Sultan-sultan Banjar dan Pangeran Ratu Kotawaringin.
|
5
|
|
Inayatullah dari Banjar عناية الله متن بنجر
|
1642 – 1645
|
Sultan Inayatullah (Pangeran Dipati Tuha I) merupakan putera sulung Sultan Mustain Billah, sedangkan Pangeran Dipati Anom I merupakan putera kedua Sultan Mustain Billah. Setelah dilantik sebagai mangkubumi/Kepala Pemerintahan maka Pangeran Dipati Anom [ke-1] memperoleh gelar Pangeran di Darat. Sultan Inayatullah juga bergelar Ratu Agung. Ia dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera ketiga Sultan Mustain Billah kemudian dilantik menjadi raja daerah di wilayah perbatasan sebelah barat yang disebut Kerajaan Kotawaringin.
|
6
|
|
Saidullah dari Banjar سعيد الله متن بنجر
|
1645 – 1660
|
Nama lahirnya Raden Kasuma Alam. Sultan Saidullah memiliki saudara sebapak yaitu Raden Kasuma Lelana. Kepala Pemerintahan/mangkubumi tetapa dipegang Pangeran di Darat yang kini bergelar Panembahan di Darat. Setelah kematiam Panembahan di Darat jabatan mangkubumi dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir dilanjutkan paman tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit). Terdapat masa kekosongan Sultan selama setahun sebelum dia ditabalkan, dan menjalankan "kekuasaan" saat itu adalah mangkubumi Pangeran di Darat.[34] Gelar lain: Wahidullah/Ratu Anum/Ratu Anumdullah/Sultan Ratu. Sultan Ratu memiliki dua putera yaitu Pangeran Suria Angsa (Raden Bagus/Sultan Amrullah) dan Pangeran Suria Negara (Raden Basus/Pangeran Dipati Tuha).[36] Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar dan Tanah Bumbu. |
7
|
|
Rakyatullah dari Banjar رعاية الله متن بنجر
|
1660 – 1663
|
Nama lahirnya Raden Halit. Ia sebagai badal menjadi pelaksana tugas bagi Raden Bagus, Putra Mahkota yang belum dewasa. Sebagai Penjabat Sultan dengan gelar resmi dalam khutbah Sultan Rakyatullah. Pemerintahannya dibantu mangkubumi keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati bin Pangeran Dipati Antasari. Gelar lain: Pangeran Dipati Tapasena/Pangeran Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit. Pada tahun 1663 ia dipaksa menyerahkan tahta kepada cucu tirinya Sultan Agung yang berpura-pura akan menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota Raden Bagus tetapi ternyata untuk dirinya sendiri yang hendak menjadi Sultan.[34]
|
8
|
|
Tahlilullah dari Banjar تهليل الله متن بنجر
|
1663 – 1679
|
Nama lahirnya Raden Bagus. Pada tahun 1660-1663 ia diwakilkan oleh Sultan Rakyatullah dalam menjalankan pemerintahan karena ia belum dewasa. Pada tahun 1663 paman tirinya Sultan Agung merampas tahta dari Sultan Rakyatullah, yang semestinya dirinyalah sebagai ahli waris yang sah sebagai Sultan Banjar berikutnya.[34] Sementara itu ia telah dilantik oleh Sultan Rakyatullah dengan gelar Sultan Tahlilullah. Tahun 1663-1679 ia sebagai raja pelarian yang memerintah dari pedalaman (Alay)
|
9
|
|
Sultan Agung dari Banjar سلطان اڬوڠ متن بنجر
|
1663 – 1679
|
Raja Banjarmasih. Nama lahirnya Raden Kasuma Lalana kemudian bergelar Pangeran Dipati Anom II setelah menjadi Sultan disebut Sultan Dipati Anom.[34] Ia mengambil hak kemenakannya Raden Bagus sebagai Sultan Banjar, setalah mengambil alih jabatan Wali (Pemangku) sultan yang dijabat oleh Pangeran Ratu Sultan Ri'ayatullah. Ia dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pusat pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu mangkubumi Pangeran Aria Wiraraja, putera dari Pangeran Ratu Sultan Ria'ayatullah. Sebagai raja muda ditunjuk adik kandungnya, Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan dengan saudara kakeknya Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada tahun 1666. Ia terbunuh selama serangan Tahlilullah ke Banjarmasin pada tahun 1679.
|
—
|
|
Tahlilullah dari Banjar تهليل الله متن بنجر
|
1679 – 1708 Pemerintahan kedua
|
Pemerintahan kedua, menjadi penguasa tunggal Banjar setelah Sultan Agung terbunuh dalam serangannya ke Banjarmasin tahun 1679. Saudara tirinya Raden Basus/Suria Negara/Pangeran Dipati Tuha diangkat sebagai Raja daerah Negara, yang kemudian membangun kerajaan Tanah Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Aru sampai Tanjung Silat yang diperuntukan bagi anaknya yaitu Pangeran Mangu, anak lainnya Pangeran Citra menjadi Sultan Kelua.
|
10
|
|
Tahmidullah I dari Banjar تحميد الله ١ متن بنجر
|
1700 – 1717
|
Tahmidullah I juga bergelar Tahlilullah II memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Hamidullah dan yang kedua Sultan Tamjidullah I.[37][38] Sedangkan penguasa daerah Negara dijabat oleh Pangeran Mas Dipati[39] Trah keturunan Sultan Tahmidullah I menjadi sultan-sultan Sumbawa. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II (m. 1763–1766) merupakan seorang putra dari Pangeran Aria putra Sultan Tahmidillah I. Sebagai menantu Sultan Sumbawa. kemudian dia dilantik sebagai Sultan Sumbawa berikutnya oleh Datu Taliwang (raja daerah Taliwang yang juga keturunan Raja Banjar Sultan Hidayatullah I).
|
11
|
|
Panembahan Kusuma Dilaga ڤانمبهان كوسوم دلاڬ
|
1717 – 1730
|
Ia adalah mangkubumi dan adik sultan sebelumnya. Iparnya yang bernama Raden Jaya Negara dilantik sebagai penguasa daerah Negara.
|
12
|
|
Hamidullah dari Banjar حامد الله متن بنجر
|
1730 – 1734
|
Raja Kayu Tangi. Bergelar Sultan Kuning atau Pangeran Bata Kuning secara anumerta.[40] Panglima perang dari La Madukelleng menyerang Banjarmasin pada tahun 1733.
|
13
|
|
Tamjidillah I dari Banjar تمجيد الله ١ متن بنجر
|
1734 – 1759
|
Raja Kayu Tangi. Bergelar Sultan Sepuh dan Panembahan Badarulalam secara anumerta.[40] Ia semula mangkubuminya Sultan Kuning, kemudian setelah mangkatnya Sultan Kuning, ia bertindak sebagai wali Putra Mahkota Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah gelar Ratu Anom yang belum dewasa. Tamjidillah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah atau Penembahan Hirang dilantik sebagai mangkubumi.[41] Tamjidillah I meninggal dunia pada 1767.
|
14
|
|
Muhammad dari Banjar محمد متن بنجر
|
1759 – 1761
|
Raja Kayu Tangi. Ia menggantikan mertuanya Sultan Sepuh/Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar. Setelah itu mantan Sultan Sepuh tidak lagi memakai gelar Sultan tetapi hanya sebagai Panembahan. Sebagai mangkubumi adalah Pangeran Nata dengan gelar Ratu Dipati, putera Sultan Sepuh. Gelar lain: Sultan Muhammadillah/Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan mangkubumi Tamjidillah I tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota.
|
15
|
|
Tahmidullah II dari Banjar تحميد الله ٢ متن بنجر
|
1761 – 1801
|
Raja Kayu Tangi, bergelar juga sebagai Sunan Nata Alam. Tahun 1771 ia memindah ibu kota ke Martapura yang dinamakan Bumi Selamat. Semula sebagai wali Putra Mahkota dengan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah. Pamannya yang bernama Pangeran Mas menjadi mangkubumi dengan gelar Ratu Anom Kasuma Yuda (mangkubumi Sultan Tahmidullah II). Ratu Anom Kasuma Yuda kemudian kematian dan digantikan Ratu Anom Ismail atau Ratu Anom Mangkubumi Sukma Dilaga.[41] Gelar lain: Sultan Tahmidullah II, Sunan Nata Alam (1772), Pangeran Nata Dilaga, Pangeran Wira Nata, Pangeran Nata Negara, Akamuddin Saidullah (1762), Amirul Mu'minin Abdullah (1762), Sunan Sulaiman Saidullah I, (1787), Panembahan Batu (1797), dan Panembahan Anom. Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan Pangeran Tërawei atau Patta To Rawé (anak Aroe Singkang) pimpinan suku Bugis-Paser yang mengalami kegagalan, kemudian Pangeran Amir menjalin hubungan dengan suku Bakumpai dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian 13 Agustus 1787 yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau daerah protektorat, bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan persetujuan VOC. Sultan Tahmidullah II mempunyai saudara perempuan bernama Ratu Laiya yang menikah dengan Sultan Muhammad dari Sumbawa.[42]
|
16
|
|
Sulaiman dari Banjar سليمان متن بنجر
|
1801 – 1825
|
Menurut tradisi suksesi di kesultanan Banjar yang berlaku saat itu, maka putera sulung dari permaisuri akan dilantik sebagai Sultan Muda dan putera kedua akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) untuk menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia. Baginda dilantik sebagai Sultan Muda atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun. Adiknya yaitu Pangeran Mangku Dilaga/Pangeran Ismail kemudian dilantik sebagai mangkubumi dengan gelar Ratu Anom Mangku Dilaga/Ratoe Anom Ismail. Belakangan Ratoe Anom Ismail dihukum bunuh oleh Sultan Sulaiman Saidullah karena diduga akan merencanakan kudeta, sehingga jabatan mangkubumi berikutnya jatuh kepada putera kedua Sultan Sulaiman Saidullah yang bernama Pangeran Husin. Sebagai mangkubumi Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangku Bumi Nata, jadi ia merupakan adik Sultan Adam - anak sulung Sultan Sulaiman Saidullah.[43] Pada masa itu wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris, namun Inggris melepaskan kekuasaannya atas Banjarmasin. Kemudian Pemerintahan Hindia Belanda datang kembali ke Banjarmasin untuk menegaskan kekuasaannya. Sultan Sulaiman digantikan anaknya Sultan Adam. Keturunannya menjadi Sultan Banjar dan raja-raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut. Di antaraputera-puterinya adalah Ratu Mashud (ibunda Pangeran Antasari) dan Pangeran Singosari yang menurunkan Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah.
|
17
|
|
Adam dari Banjar آدم متن بنجر
|
1825 – 1857
|
Adam mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782, selanjutnya ia menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Banjar. Ia dibantu adiknya Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangku Bumi Nata sebagai mangkubumi. Setelah kematian Pangeran Mangku Bumi Nata maka putera kedua Sultan Adam yaitu Pangeran Noh dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) dengan gelar Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana oleh Belanda pada 1842, sedangkan putera sulung yaitu Pangeran Ratu dilantik sebagai Sultan Muda dengan gelar Sultan Muda Abdul Rahman. Untuk memperoleh calon Pangeran Mahkota berikutnya maka Sultan Muda dinikahkan dengan sepupunya putri dari mangkubumi.[44] Setelah kematian Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana maka pemerintah kolonial Belanda melantik putera dari selir Sultan Muda Abdul Rahman yang bernama Pangeran Tamjidillah II untuk mengisi jabatan mangkubumi (pada saat Sultan Muda Abdul Rahman masih hidup). Ketika Sultan Muda Abdul Rahman mangkat (sebelum sempat menjabat sebagai Sultan Banjar) maka Belanda melantik Tamjidillah II sebagai Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852 sambil merangkap jabatan mangkubumi yang sudah dijabat sebelumnya. Hal ini melanggar adat keraton biasanya mangkubumi dan Sultan Muda dijabat oleh orang yang berbeda, karena sepatutnya Sultan Muda dijabat oleh putera sulung dari permaisuri. Sultan Adam menolak pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda, karena ia menginginkan Pangeran Hidayatullah II untuk jabatan tersebut. Namun setelah kematian Sultan Adam, malahan Pangeran Tamjidullah II tetap dilantik pemerintah kolonial Belanda sebagai Sultan Banjar untuk menggantikan sultan Adam, dan sehari kemudian Tamjidullah II menandatangani surat pengasingan pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom untuk diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858.
Tahun 1853 Sultan Adam sebenarnya sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (calon Sultan) dibatalkan. Sebagai tandingan Sultan Muda Tamjidullah, tahun 1855 Sultan Adam melantik puteranya Pangeran Prabu Anom (adik almarhum Sultan Muda Abdul Rahman) sebagai Raja Muda. Kemudian Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah II sebagai Sultan Banjar penggantinya dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, surat wasiat inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan dan rakyat Banjar terhadap kolonial Hindia Belanda[45]
|
18
|
|
Tamjidillah II dari Banjar تمجيد الله ٢ متن بنجر
|
1857 – 1859
|
Sejak 1851 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi (sewaktu Sultan Muda Abdurrahaman masih hidup) untuk menggantikan Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana (adik Sultan Muda Abdurrahaman) yang meninggal dunia, tidak hanya itu kemudian pada tahun 1852 ia dilantik Belanda menjadi Sultan Muda (merangkap mangkubumi) menggantikan ayahnya Sultan Muda Abdurrahman yang mangkat pada 5 Maret 1852, walaupun pelantikannya sebagai Sultan Muda ini tidak disetujui kakeknya Sultan Adam. Pada 3 November 1857, Tamjidillah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Jalur suksesi menurut tradisi kesultanan Banjar, untuk promosi jabatan putera-putera dari seorang Sultan yang bertahta, maka putera permaisuri yang sulung dilantik sebagai Sultan Muda dan seorang putera yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (jabatan bergengsi kedua setelah Sultan). Pelantikan Tamjidillah II ini sengaja dibuat salah oleh Belanda. Tamjidillah II memiliki tanah lungguh di Kota Banjarmasin karena itu sebagian rakyat dan ulama Banjarmasin mendukungnya. Banjarmasin menurut tradisi berada di bawah otoritas putera tertua Sultan. Pengangkatan Tamjidillah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidillah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Bogor. Sultan Seman, mertua Tamjidullah II ditangkap dan dihukum gantung dengan empat orang pengikutnya dengan tuduhan melakukan pemberontakan. Sebagai pengganti jabatan Sultan Banjar yang kosong, Belanda melantik komisi pemerintahan kerajaan yang terdiri atas Pangeran Surya Mataram dan Pangeran Muhammad Tambak Anyar. Sementara Sultan Muda menghindari penangkapan Belanda melarikan diri ke pulau Sumatera.
|
19
|
|
Hidayatullah II dari Banjar هداية الله ٢ متن بنجر
|
1859 – 1862
|
Nama lahirnya adalah Gusti Andarun, kemudian sebagai mangkubumi ia memakai gelar Pangeran Hidayatullah. Ia dikenal sebagai "Sultan tanpa mahkota". Sesuai wasiat Sultan Adam ia sebagai Sultan Banjar penggantinya. Pada 9 Oktober 1856 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi tetapi diam-diam ia menjadi oposisi Tamjidullah II, misalnya dengan mengangkat Kiai Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan adipati Banua Lima Kiai Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda dan Sultan Tamjidullah II. Hidayatullah II memiliki tanah lungguh meliputi Alai, Paramasan, Amandit, Karang Intan, Margasari dan Basung. Perjuangan Sultan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman yang memegang pusaka kerajaan Keris Singkir dan Tombak Kalibelah.[46] Ketika berada di Banua Lima pada bulan September 1859, ia dilantik di Amuntai oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai mangkubumi. Pelantikan ini untuk memenuhi angan-angan rakyat Banua Lima walaupun bersifat marjinal karena pada dasarnya seluruh wilayah berada dalam kekuasaan Belanda. Penobatanya ini pada umumnya disetujui pula oleh rakyat yang berada di Banua Lima maupun di luar Banua Lima. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar yang digantikan komisi kerajaan yang terdiri atas Pangeran Suria Mataram (anak Sultan Adam), Pangeran Mohammad Tambak Anyar (anak Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana), Pangeran Hamim (anak Sultan Sulaiman), Pangeran Achmid (anak Sultan Sulaiman), Pangeran Dullah, Pangeran Adi Kusuma, Pangeran Djaija Samitra, Kia Patih Guna Wijaya, Kia Wira Yuda, Kiai Rana Manggala dan Kiai Mangun Rasmi. Sultan Hidayatullah II pada 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur
|
20
|
|
Pangeran Antasari ڤڠيرن انتساري
|
1862
|
Disebut juga sebagai Panembahan Amiruddin, ia merupakan Raja Bakumpai dan Tanah Dusun. Pada 14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur, rakyat Tanah Dusun, Siang dan Murung memproklamasikan pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Khalifah ini dibantu Tumenggung Surapati sebagai panglima perang. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman sungai Barito, Murung Raya, Kalteng. Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di kampung Sampirang, Bayan Begak, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali pada 11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin.
|
21
|
|
Muhammad Seman محمد سمن
|
1862 – 1905
|
Raja Pagustian atau Kastapura.[47] Sebagai kepala Pemerintahan Pagustian meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran Antasari melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad Said sebagai mangkubumi dan Panglima Batur sebagai panglima perang. Ia melantik menantunya Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said sebagai Mangkubumi menggantikan almarhum ayahandanya. Pangeran Perbatasari tertangkap di daerah Pahu, Kutai Barat dan dibuang ke Kampung Jawa Tondano. Sultan Muhammad Seman sempat mengirim Panglima Bukhari ke Kandangan untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Muhammad Seman gugur pada 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah (menantu Pangeran Prabu Anom) dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke Bogor, keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu, dan sebagai penerus Sultan Muhammad Seman adalah Gusti Berakit. Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan I), sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan.
|
Pasca-restorasi (sejak 2010)
|
21
|
|
al-Mu'tashim Billah المعتصم بالله
|
2010 – sekarang
|
Memimpin restorasi kesultanan pada tahun 2010, sebelumnya menjabat sebagai Bupati Banjar ke-16. Merupakan keturunan dari Sultan Sulaiman dari ayahnya, Gusti Jumri dari kakeknya, Pangeran Singosari. Bernama asli Khairul Saleh.
|
Referensi
- ^ (Belanda) Noorlander, Johannes Cornelis (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw. M. Dubbeldeman. hlm. 188.
- ^ (Belanda) Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. D. A. Thieme. hlm. 2.
- ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia. Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde. 6. Lange & Co., 1857. hlm. 239.
- ^ (Inggris) Saleh, Mohamad Idwar (1981). Banjarmasih: sejarah singkat mengenai bangkit dan berkembangnya kota Banjarmasin serta wilayah sekitarnya sampai dengan tahun 1950. 4. Museum Negeri Lambung Mangkurat, Propinsi Kalimantan Selatan.
- ^ (Belanda) Cense, Anton Abraham (1928). De kroniek van Bandjarmasin. C.A. Mees,. hlm. 91.
- ^ (Indonesia) Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia-Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 5.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-11. Diakses tanggal 2018-09-16.
- ^ (Inggris) Soekmono, Soekmono (1981). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 3. Kanisius,. ISBN 9794132918. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-19. Diakses tanggal 2010-08-18. ISBN 978-979-413-291-3 Diarsipkan 2015-01-19 di Wayback Machine.
- ^ A. Kardiyat Wiharyanto; Sejarah Indonesia madya abad XVI-XIX, Universitas Sanata Dharma, 2006
- ^ Gazali Usman, Ahmad (1994). Kerajaan Banjar:Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press.
- ^ "Arsip Nasional Republik Indonesia". Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dan diplomasi; Penerbitan naskah sumber. Arsip Nasional RI. 2003.
- ^ "Landsdrukkerij". Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indië voor 1860 (dalam bahasa Belanda). 33. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1860. hlm. 141.
- ^ Sudrajat, A. Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga. hlm. 17. ISBN 9797816109. ISBN 978-979-781-610-0
- ^ (Indonesia) Sejarah Indonesia Modern 1200–2008. Penerbit Serambi. ISBN 9790241151. ISBN 978-979-024-115-2
- ^ (Indonesia) Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu.
- ^ a b MacKinnon, Kathy (1996). The ecology of Kalimantan (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 9780945971733. ISBN 0-945971-73-7
- ^ (Indonesia) Basuni, Ahmad (1986). Pangeran Antasari: pahlawan kemerdekaan nasional dari Kalimantan. Bina Ilmu.
- ^ "Khairul Pakai Nama Baru". Radar Banjarmasin. Diakses tanggal 2010-08-11.
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-12-23. Diakses tanggal 2011-07-21.
- ^ De tijdspiegel (dalam bahasa Belanda). Fuhri. 1867. hlm. 165.
- ^ (Belanda) Wolter Robert Hoëvel (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 199.
- ^ (Belanda)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. 1861. hlm. 199.
- ^ (Belanda)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. Becht. 1861. hlm. 199.
- ^ Schwaner, C. A. L. M. (1853). Borneo: Beschrijving van het stroomgebied van den Barito en reizen (dalam bahasa Belanda). 1. P.N. van Kampen. hlm. 50.
- ^ (Indonesia)M. Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih (1-1-1993). Pangeran Antasari. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 77.
- ^ "disporbudpar.kalselprov.go.id". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-17. Diakses tanggal 2011-07-02.
- ^ KALIMANTAN SELATAN
- ^ Banjarmasin merebut kembali sejarah kerajaan dan budaya
- ^ http://kasultananbanjar.blogspot.com/2012/09/silsilah-sultan-hidayatullah-al.html
- ^ http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.co.id/2011/06/silsilah-kerajaan-banjar.html
- ^ http://www.4shared.com/file/WiiUKzgw/SILSILAH_KETURUNAN_PANGERAN_AN.html[pranala nonaktif permanen]
- ^ http://www.de-paula-lopes.nl/downloads/bandjermasingen40.htm
- ^ (Indonesia)Bambang Budi Utomo (2011). Atlas Sejarah Indonesia Masa Silam, Dirjen Sejarah dan Purbakala Indonesia, 2011: Sejarah Indonesia. Bukupedia. hlm. 141. [pranala nonaktif permanen]
- ^ a b c d e f g h (Melayu) Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
- ^ "SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-26. Diakses tanggal 2012-11-11.
- ^ (Inggris) Souza, George Bryan (2004). The Survival of Empire: Portuguese Trade and Society in China and the South China Sea 1630-1754. Cambridge University Press. hlm. 127. ISBN 0521531357. ISBN 9780521531351
- ^ (Belanda) Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865
- ^ (Indonesia)Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-19.
- ^ a b Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Jilid 2, Bulan Bintang, 1965
- ^ a b (Indonesia)Mohamad Idwar Saleh (1986). Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150.
- ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, Jilid 14, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1864
- ^ Padoeka Pangeran Mangkoe Boemi, yang memegang parintah dalam negrie BANDJARMASING (Belanda) Philippus Pieter Roorda van Eysinga, Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie. 3 boeken [in 5 pt.], 1841
- ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; Pangeran Antasari, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993
- ^ ["(Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-04. Diakses tanggal 2010-08-31. (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107]
- ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Notulen van de Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Jilid 3, 1866
- ^ (Indonesia) Susanto, A. Budi (2007). Masihkah Indonesia. Kanisius. hlm. 216. ISBN 9792116575. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-18. Diakses tanggal 2012-11-08. ISBN 9789792116571
Rujukan
|