UalakaUalaka (Atelocynus microtis), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai short-eared dog,[1][2] adalah spesies canidae yang sulit dijumpai dan endemik di lembah Amazon.[3][1] Ualaka merupakan satu-satunya spesies yang termasuk dalam genus Atelocynus.[3]
EtimologiUalaka berasal dari kata uálaca (nama spesies ini di habitat aslinya) dari bahasa Yucuna.[4] Sejarah evolusi dan spesies terdekatSetelah terbentuknya Tanah Genting Panama pada akhir zaman tersier, sekitar 2,5 juta tahun yang lalu pada periode pliosen, kelompok canidae mulai bermigrasi dari Amerika Utara ke benua bagian selatan sebagai hasil dari fenomena yang dikenal sebagai Pertukaran Besar Amerika. Nenek moyang ualaka beradaptasi dengan kehidupan di hutan hujan tropis, mengembangkan berbagai ciri morfologi dan anatomi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di lingkungan tersebut. Meskipun ualaka memiliki sedikit kesamaan dengan mbetapa, sebenarnya kerabat terdekat mereka yang masih ada saat ini adalah maikong.[5] Ualaka merupakan spesies yang paling berbeda dengan canidae lainnya.[4] Saat ini, terdapat dua spesies ualaka yang telah diidentifikasi, yaitu [3] A. m. microtis dan A. m. sclateri. Agihan dan habitatUalaka dapat ditemukan di hutan hujan Amazon, yang terletak di Amerika Selatan, tepatnya di negara-negara seperti Brasil, Bolivia, Peru, Kolombia, Ekuador, dan mungkin juga Venezuela.[3] Ada sebuah laporan akan terlihatnya tiga hewan berbadan ramping seperti anjing di wilayah Provinsi Darién, Panama pada tahun 1984 oleh seorang ahli biologi yang bernama Sigi Weisel dan seorang penduduk asli dari Suku Embera di Panama: kehadiran spesies langka ini di Panama bisa dimungkinkan karena habitat hutan yang luas yang menutupi wilayah ini.[2] Ualaka hidup di berbagai lingkungan hutan hujan dan lebih menyukai daerah yang jarang dijamah manusia. Hewan ini tinggal di hutan dataran rendah yang dikenal dengan nama Floresta Amazônica dan hutan terra firme serta di hutan rawa, rumpun bambu dan hutan pegunungan.[6] Ualaka tergolong hewan yang soliter. Mereka lebih senang tinggal di bawah naungan pepohonan, juga menghindari interaksi dengan manusia dan interaksi dengan hewan lainnya.[7] KarakteristikHewan ini memiliki kaki yang pendek, telinga yang kecil, tubuh yang ramping, serta ekor yang tebal. Moncongnya mirip dengan moncong rubah. Sebagian cakar pada ualaka dilengkapi dengan selaput yang memudahkan hewan ini untuk beradaptasi dengan habitatnya yang umumnya adalah lingkungan akuatik.[8] Warnanya bervariasi mulai dari gelap hingga abu-abu kemerahan, dan bisa juga tampak hampir biru tua, coklat kopi, abu-abu gelap, atau bahkan abu-abu kastanye yang membaur menjadi hitam. Bulu hewan ini pendek, terdiri dari lapisan yang tebal dan kasar.[4] Dada hewan ini terlihat agak sempit, dengan warna gelap di bagian toraks yang berpadu dengan nuansa lebih cerah dan kemerahan di sisi perutnya. Pola makanCanidae jenis ini umumnya adalah karnivora, dengan ikan, serangga, dan mamalia kecil menjadi bagian utama dari diet mereka. Sebuah penelitian yang dilaksanakan di Stasiun Biologi Cocha Cashu di Peru mengenai proporsi berbagai jenis makanan dalam pola makan hewan ini menghasilkan temuan sebagai berikut: Perilaku dan perkembangbiakanSpesies ini menampilkan berbagai perilaku unik yang tidak lazim ditemukan pada canidae lainnya. Betina dari spesies ini memiliki ukuran yang sekitar sepertiga lebih besar dibandingkan jantannya. Sementara itu, jantan yang penuh semangat akan menyemprotkan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar di ekornya. Mereka cenderung memilih gaya hidup soliter di kawasan hutan dan menghindari keberadaan manusia di habitat alaminya. Apabila merasa gelisah, jantan akan mengangkat bulu-bulu di punggungnya sebagai sebuah respon.[9] Umur dan kehamilan pada ualaka masih menjadi misteri. Meskipun begitu, mereka mencapai kematangan seksual pada usia tiga tahun. Hal itu terbilang relatif terlambat jika dibandingkan dengan spesies canidae lainnya.[10] Ancaman, kelangsungan hidup, dan masalah ekologiAnjing liar merupakan ancaman serius bagi populasi ualaka. Mereka dapat menyebarkan penyakit anjing dan rabies pada populasi ualaka. Di samping itu, ualaka juga sangat terpengaruh oleh hilangnya habitat mereka oleh anjing-anjing liar ini. Hutan-hutan di Amerika Selatan yang dulunya rindang kini mengalami gangguan yang begitu serius dan mengkhawatirkan. Hampir tak ada lagi habitat alami yang tersisa, kecuali di area-area yang setiap hari terancam oleh aktivitas pemukiman maupun penambangan. Kehadiran manusia turut menyumbang pada kepunahan ualaka dengan merusak habitat alami mereka dan mengganggu ekosistem hutan hujan tropis secara keseluruhan. Status konservasiUalaka saat ini telah masuk dalam daftar hampir terancam oleh IUCN.[1] Sayangnya, belum ada penelitian ekologi dan genetik yang menyeluruh yang dilakukan terhadap spesies ini. Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Atelocynus microtis. Wikispecies mempunyai informasi mengenai Atelocynus.
Informasi yang berkaitan dengan Ualaka |