Kaisar Jiaqing
Kaisar Jiaqing (Hanzi: 嘉庆, 13 November 1760-2 September 1820) adalah kaisar Manchu ketujuh dan kaisar Dinasti Qing, Tiongkok kelima dari suku Manchu yang berkuasa dari tahun 1796 hingga 1820. Pada masa pemerintahannya Dinasti Qing mulai mengalami kemunduran akibat pemerintah yang mulai korup dan bangsa-bangsa asing mulai menancapkan pengaruhnya di Tiongkok. Dia adalah kakek buyut-buyut dari Puyi. Kehidupan awalJiaqing dilahirkan di Istana Musim Panas Lama/ Yuanming Yuan (圆明园), Beijing dengan nama Aisin Gioro Yongyan (爱新觉罗永琰). Ia adalah putra ke-15 dari Kaisar Qianlong dengan selirnya beretnis Han, putri dari pejabat Wei Qingtai. Setelah memasuki istana belakang ia mengganti nama marganya menjadi Weigiya, sebuah marga Manchu, dan mendapat gelar Selir Ling (令贵妃). Yongyan mendapat gelar putra mahkotanya pada tahun 1773 setelah dua pangeran yang ditunjuk Qianlong meninggal karena sakit. Pada tahun 1789 ia dianugerahi gelar Pangeran Jia. Yongyan sangat membenci Heshen, seorang menteri kesayangan ayahnya yang suka korupsi. Ia bersumpah akan menghabisi Heshen bila menjadi kaisar nanti. Oktober 1795, Kaisar Qianlong, yang telah memerintah selama 60 tahun, memutuskan untuk turun tahta selain karena faktor usia yang telah mencapai 80 tahun lebih, juga untuk menghormati kakeknya, Kaisar Kangxi. Qianlong merasa tidak pantas dirinya melebihi Kangxi yang memerintah selama 61 tahun. Walaupun Yongyan telah menjadi kaisar, Qianlong masih tetap memerintah di belakang layar sehingga ia belum bisa bertindak atas namanya sendiri. Hal ini berlanjut hingga mangkatnya Qianlong tahun 1799. Setelah menjadi kaisar ia mengganti karakter pertama dari namanya 永 menjadi 颙 yang pengejaannya sama, Yong. Hal ini adalah untuk menghindari tabu penggunaan karakter yang sama untuk nama asli kaisar, sehingga saudara-saudaranya tidak perlu repot mengganti nama mereka. PemerintahanSetelah memegang kekuasaan dengan tangannya sendiri, Jiaqing tidak membuang-buang waktu memenjarakan Heshen. Ia mendakwa Heshen dengan tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Seluruh gelarnya dicabut dan harta bendanya disita. Penyelidikan menunjukkan bukti-bukti kuat yang dilakukan Heshen yang jumlahnya mencapai pemasukan negara selama 20 tahun dan 90 persen upeti yang seharusnya diserahkan pada kaisar diselundupkan olehnya. Jiaqing memaksa Heshen melakukan bunuh diri, keluarganya dibuang ke pengasingan, tetapi seorang menantu Heshen yang adalah adik Jiaqing diampuni dan diberikan sebagian harta mertuanya. Ada sebuah sindiran yang populer di kalangan rakyat saat itu, “Begitu Heshen jatuh, Jiaqing kenyang”. Jiaqing juga menyapu bersih kroni-kroni Heshen dalam tubuh pemerintahan dan menggantinya dengan orang-orang yang juga membenci Heshen dan pernah dijatuhkan olehnya. Jiaqing sebenarnya seorang kaisar yang hemat dan murah hati. Ia memerintahkan agar pengeluaran kas negara untuk kebutuhan yang tidak terlalu mendesak dikurangi dan inspeksi ke selatan dibatalkan. Ia menolak mengganti jubah resmi kekaisarannya ketika ditemukan robekan, ia memerintahkan agar jubah itu ditambal saja karena tidak terlalu robeknya tidak terlalu besar dan masih layak dipakai. Selain itu ia juga sering menyumbangkan harta pribadinya pada kuil-kuil Budha dan orang-orang miskin. Namun sayangnya Jiaqing mewarisi tahta ketika negaranya mulai melemah. Masa kejayaan dan kemakmuran pada era Kangxi, Yongzheng dan Qianlong membuat bangsa terlena. Para pejabat sipil hidup bergelimang harta dan kemewahan dari hasil korupsi besar-besaran dan kaum militernya juga mulai melemah. Pasukan Manchu yang dulunya terkenal akan keperkasaanya sebagai pasukan berkuda kini hanya memikirkan bersenang-senang, dalam menjalankan tugas para pembesar militer membawa wanita penghibur dalam jumlah berlebihan sehingga bukannya bertugas malahan main perempuan. Belum lagi ditambah impor opium dari bangsa barat yang bukan saja menguras harta negara tetapi juga menghancurkan moral masyarakat. Terhadap opium ia menerapkan kebijakan yang tegas, tidak jarang ia menghukum dengan keras orang-orang yang mengedarkan maupun mengkonsumsinya. Ia berkata bahwa opium adalah racun yang dapat merusak kehidupan dan negara. Bagaimanapun saat itu negara tidak lagi mempunyai wibawa untuk menegakkan aturan tersebut, arus peredaran opium memang cukup terhambat pada saat pemerintahannya, tetapi mulai tak terkendali pada masa pemerintahan anaknya yang lemah dan pengecut. Ia juga tidak tegas terhadap para pejabat dan tuan tanah yang sewenang-wenang terhadap rakyat. Perlakuan tidak adil terhadap petani menyebabkan seringnya timbul pemberontakan petani. Yang terkenal adalah Pemberontakan Teratai Putih dan Pemberontakan Tianli. Pemberontakan-pemberontakan ini cukup menguras tenaga baik harta maupun nyawa sehingga makin menyebabkan Dinasti Qing makin merosot. Dalam kondisi sosial yang mulai goncang, Jiaqing pernah mengalami dua kali upaya pembunuhan terhadap dirinya. Yang pertama tahun 1803, oleh seorang pemberontak bernama Chen De yang berhasil menyusup ke dalam istana kerajaan (Kota Terlarang) namun berhasil digagalkan. Beberapa tahun kemudian, seorang pemberontak lain bernama Lin Qing juga berhasil memasuki istana dan hampir saja merenggut nyawanya kalau saja para pengawalnya tidak segera datang dan menghabisi pembunuh itu. Insiden ini membuatnya sangat trauma sehingga memerintahkan semua pohon di dalam istana ditebang karena merupakan tempat persembunyian yang strategis bagi pembunuh. Kaisar-kaisar setelahnya juga tidak pernah menumbuhkan pohon di istana karenanya sehingga hingga kini tidak banyak pohon tua yang bisa dijumpai di Kota Terlarang kecuali di bagian belakang istana yang memang khusus untuk taman. KeluargaOrang Tua
Ibu:
Permaisuri
Selir Mulia
Selir
Selir
Nyonya Mulia
Pelayan Wanita Tingkat Pertama
Permaisuri Putri
Nyonya
Anak
KematianPada tahun 1820, Jiaqing sedang berburu di wilayah villa kekaisaran Rehe di Chengde, Hebei. Disana ia tiba-tiba jatuh sakit dan kondisinya makin memburuk. Legenda mengatakan ia disambar petir, tetapi kisah ini diragukan kebenarannya. Ia memanggil menteri-menterinya ke ranjang kematiannya dan berpesan pada mereka agar membantu putra mahkota Minning (naik tahta sebagai Kaisar Daoguang) untuk menjalankan pemerintahan. Ia dimakamkan di kompleks pemakaman Qing, mausoleum Changling yang terletak sekitar 120 km dari barat daya Beijing. Lihat pulaReferensi
|