Share to: share facebook share twitter share wa share telegram print page

 

Museum Padepokan Sumber Karahayon

Museum Padepokan Sumber Karahayon.

Museum Padepokan Sumber Karahayon atau Museum Sumber Karahayon (bahasa Jawa: ꦩꦸꦱꦶꦪꦸꦩ꧀ꦥꦣꦺꦥꦺꦴꦏ꧀ꦏꦤ꧀ꦱꦸꦩ꧀ꦧꦼꦂꦏꦫꦲꦪꦺꦴꦤ꧀, translit. Musiyum Padhépokan Sumber Karahayon) adalah museum yang terletak di Padukuhan Tegal, Kalurahan Jambidan, Kapanéwon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum tersebut didirikan oleh Ki Wiryodikarso atau Mbah Pleret dan awalnya dikenal sebagai Padepokan Sumber Karahayon. Pada 1 Oktober 1980, bangunan itu dihibahkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul dan diterima oleh Bupati Bantul saat itu, R. Soetomo Mangkoesasmito. Museum tersebut saat ini dilestarikan oleh para anggota Yayasan Hondodento.

Asal-usul

Bangunan Museum Padepokan Sumber Karahayon terletak di Padukuhan Tegal, Kalurahan Jambidan, Kapanéwon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum ditetapkan menjadi salah satu museum oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, bangunan ini awalnya merupakan tempat tinggal dari Ki Wiryodikarso (lebih dikenal dengan nama Mbah Pleret) dan dikenal sebagai Padepokan Sumber Karahayon.[1][2] Pada 1 Oktober 1980, tempat tinggal beserta isinya itu lantas dihibahkan kepada Pemkab Bantul atas keinginannya sendiri dan diterima oleh Bupati Bantul saat itu, R. Soetomo Mangkoesasmito. Nama bangunan tersebut kemudian diubah menjadi Museum Padepokan Sumber Karahayon atau Museum Sumber Karahayon.[3]

Koleksi yang ada di museum ini adalah benda-benda bersejarah milik Wiryodikarso berupa patung, foto, mobil, pakaian, dan lain-lain.[4] Endang Sawitri, salah satu pengelola Museum Sumber Karahayon, menerangkan jika bangunan museum ini dilihat dari atas tampak seperti orang tidur, yang membujur dari barat ke timur dengan posisi miring menghadap ke selatan. Secara filosofis, bagian-bagian yang berada di dalam museum diibaratkan seperti buku, yaitu wujudnya dapat dibaca.[3]

Riwayat pendiri

Yayasan Hondodento.

Sawitri menjelaskan bahwa Wiryodikarso adalah salah satu pejuang nasional yang ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Dia lahir di Kampung Gebayanan, Kemantrèn Mantrijeron, Kota Yogyakarta pada 8 Januari 1904. Ketika remaja, dia menjadi anggota Vatvinder (Pramuka) Budi Utomo. Ketertarikannya di dunia politik lantas membawanya masuk ke Partai Nasional Indonesia (PNI). Sejak saat itu, dia mengikuti kursus-kursus politik yang diajarkan oleh Soekarno serta berteman akrab dengan Ali Sastroamidjojo dan Gatot Mangkoepradja. Pertemuan terakhirnya dengan Soekarno terjadi pada 1962 di Istana Negara.[3]

Wiryodikarso juga merupakan pendiri Yayasan Hondodento yang bergerak di bidang kebudayaan.[3] Yayasan ini dilindungi oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.[5] Tak hanya memugar Petilasan Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirto Kamandanu di Kediri,[6][7][8][9] yayasan itu juga rutin menggelar upacara labuhan di Pantai Parangkusumo.[10] Ritual tersebut merupakan wujud rasa syukur para anggotanya.[11]

Ritual tradisional ini dilaksanakan oleh Yayasan Hondodento bekerja sama dengan Karang Taruna Unit Krebet sebagai pelaku upacara. Labuhan tersebut pertama kali diadakan secara internal, khusus bagi keluarga besar Hondodento sejak tahun 1974.[12] Saat ini, Labuhan Hondodento menjadi agenda pariwisata tahunan di Bantul setiap tanggal 15 Sura, kalender Jawa.[13][14][15]

Galeri

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ "Museum Padepokan Sumber Karahayon". Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Agustus 2019. Diakses tanggal 31 Agustus 2019. 
  2. ^ Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul (2019). Kajian Length of Stay Kabupaten Bantul 2019 (Laporan Akhir) (PDF). Bantul: Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul. hlm. 7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2 Juni 2021. Diakses tanggal 31 Agustus 2019. 
  3. ^ a b c d "Museum Sumber Karahayon, Simpan Aneka Koleksi". Sketsindo. Diakses tanggal 28 Mei 2022. 
  4. ^ "Museum Padepokan Sumber Karahayon". Bantulpedia. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  5. ^ "Labuhan Hondodento". Jogja TV. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  6. ^ "Kirab Ritual 1 Sura Kabupaten Kediri, Mengenang Kebesaran Sosok Sri Aji Jayabaya". Times Indonesia. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  7. ^ "1 Sura, Momentum Masyarakat Kediri Telusuri Jejak-Jejak Sri Aji Jayabaya". Hallo Lifestyle. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  8. ^ "Pengaruh Petilasan Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirta Kamandanu terhadap Budaya dan Tradisi Masyarakat Desa Menang". Syair Karya Literasi. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  9. ^ "Menjelang Pemilihan Legislatif, Sendang Tirto Kamandanu Kediri Dikunjungi Sejumlah Caleg". Super Radio. Diakses tanggal 14 Januari 2023. 
  10. ^ Tempo Publishing (2020). Menelusuri Kota Lama Kerajaan Majapahit. Jakarta: Tempo Publishing. hlm. 39. ISBN 978-623-2625-63-1. 
  11. ^ "Upacara Adat: Labuhan Hondodento". Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul. Diakses tanggal 15 Januari 2023. 
  12. ^ "Wisata Jogja dalam Upacara Adat Labuhan Hondodento". Portal Yogyakarta. Diakses tanggal 15 Januari 2023. 
  13. ^ "Mengikuti Labuhan Hondodento Bulan Sura di Pantai Parangkusumo". Merdeka. Diakses tanggal 28 Mei 2022. 
  14. ^ "Ribuan Orang Ikuti Labuhan Hondodento". Radar Jogja. Diakses tanggal 15 Januari 2023. 
  15. ^ "Labuhan Hondodento di Parangkusumo". Pemerintah Kabupaten Bantul. Diakses tanggal 15 Januari 2023. 

Bacaan lanjutan

Buku

  • Quinn, George (2019). Bandit Saints of Java: How Java's Eccentric Saints are Challenging Fundamentalist Islam in Modern Indonesia. Selangor: Monsoon Books. ISBN 978-191-2049-45-5. 
  • Quinn, George (2021). Wali Berandal Tanah Jawa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-4815-24-0. 

Buku lama

  • Pengurus Pusat Yayasan Hondodento (1989). Loka Moksa Sang Prabu Sri Aji Jayabaya dan Sendang Tirtokamandanu. Yogyakarta: Yayasan Hondodento. 
  • Pengurus Pusat Yayasan Hondodento (2004). Perjalanan Yayasan Hondodento. Yogyakarta: Kelompok Malam Seton (Yogyakarta). 
  • Yudoyono, Bambang (1984). Sang Prabu Sri Adji Djajabaja, 1135–1157. Yogyakarta: Karya Unipress. 

Jurnal

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya