Kabinet Sukiman-Suwirjo
Kabinet Sukiman-Suwirjo[1] merupakan kabinet kedua setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat. Kabinet ini diumumkan pada 26 April 1951 dan bertugas pada masa bakti 27 April 1951 hingga 23 Februari 1952. Latar belakangPada 21 Maret 1951, Kabinet Natsir dibubarkan karena kehilangan dukungan politik.[2] Lima hari kemudian, Presiden Soekarno meminta pimpinan Partai Nasional Indonesia dan ketua parlemen Sartono untuk membentuk sebuah kabinet koalisi, tetapi ia gagal mewujudkannya pada 18 April. Pada hari yang sama, Soekarno meminta ketua dewan pimpinan partai Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo dan ketua umum PNI Sidik Djojosukarto untuk membentuk kabinet dalam rentang waktu lima hari dengan tambahan tiga hari. Keduanya sepakat bahwa kedua partai akan mendapatkan jumlah posisi yang sama. Namun, terdapat perselisihan terhadap siapa yang akan mendapatkan posisi perdana menteri. Pada akhirnya PNI menuruti permintaaan Soekiman agar posisi perdana menteri diisi dari anggota partai Masyumi asal yang menjabat bukanlah Natsir, yang memimpin kabinet sebelumnya. Soekarno kemudian menyarankan Soekiman mengisi jabatan perdana menteri yang pada akhirnya diterima. Hal tersebut menyebabkan perpecahan antara kubu Soekiman dan Natsir dalam internal partai, dan pimpinan badan partai kubu Natsir menolak komposisi kabinet yang disarankan oleh Sidik dan Soekiman. Hasilnya, tidak ada anggota kubu Natsir yang dimasukkan ke dalam kabinet.[3] Pimpinan
AnggotaAnggota kabinet diumumkan pada 26 April. Seperti pendahulunya, Kabinet Soekiman berbasiskan anggota partai PNI-Masyumi. Namun, anggota Masyumi merupakan kubu Soekima, dan oposisi yang dipimpin Natsir mengkritisi komposisi kabinet baru. Hanya enam anggota daru kabinet sebelumnya yang kembali menjabat. Berikut merupakan anggota dari Kabinet Soekiman:[4][5]
Program kerjaAdapun Program Kabinet Sukiman-Suwirjo adalah sebagai berikut :
Pembubaran kabinetPada tahun 1952, Menteri Luar Negeri Achmad Subarjo, diam-diam menandatangani perjanjian Mutual Security Act dengan Amerika Serikat yang merupakan sebuah perjanjian keamanan untuk membentuk dewan keamanan bersama antara Amerika Serikat dengan negara-negara yang berhubungan dekat dengan AS. Perjanjian tersebut menggantikan Rencana Marshall yang dibuat pada akhir Perang Dunia II. Perjanjian tersebut ditandatangani antara Subarjo dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, H. Merle Cochran. Perjanjian tersebut dianggap merugikan politik luar negeri bebas aktif yang dianut oleh Indonesia. Ditanda tanganinya perjanjian tersebut juga dianggap sebagai masuknya Indonesia menjadi bagian dari Blok Barat yang pada saat itu sedang berkonflik dengan Blok Timur. Akibat adanya kritik dan tekanan terhadap ditanda tanganinya perjanjian tersebut, Kabinet Soekiman mengembalikan amanat pemerintahan kepada Presiden Soekarno di tahun yang sama.[12] Catatan
Referensi
Pranala luar
|